Page 43 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 43
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960. PP No. 10/1961 meru-
pakan nyawa dari kerja-kerja lembaga agraria di bidang
pendaftaran tanah secara sistematis di daerah. Penting
untuk dipahami, beberapa tahun sebelum lahirnya PP No.
10/1961, Keppres No. 55/1955 sudah menyebut tentang
pendaftaran tanah namun praktiknya tidak serta merta
pendaftaran tanah bisa dilakukan oleh Kementerian
Agraria, hal itu disebabkan karena jawatan pendaftaran
tanah masih berada di bawah Departemen Kehakiman
yang lebih banyak mengurusi pemindahan hak atas
tanah, khususnya harta benda milik orang asing yang
takluk pada hukum Barat (Wiknjobroto, 1958). Kemudian
pada tahun 1957, dengan dikeluarkannya Keppres No. 190/
1957 Jawatan Pendaftaran Tanah kembali disatukan ke
dalam Kementerian Agraria.
Terkait dengan sejarah pendaftaran tanah di Indo-
nesia, menurut Harsono (1958b), Jawatan Pendaftaran
Tanah tidak mudah dilakukan oleh daerah karena sifat-
nya yang rumit dan harus dilakukan secara hati-hati.
“Eigendom Kadaster harus dilakukan secara teliti untuk
mencapai kepastian hak atas tanah. Perlu diketahui dan
dapat ditetapkan dengan teliti dan tepat batas-batas dan
luas tanah yang bersangkutan. Untuk kepastian hukum-
nya perlu pula ada kepastian siapakah yang berhak atas
tanah itu. Berhubungan dengan itu maka eigendom kadas-
ter memerlukan keahlian dan peralatan yang jauh lebih
sempurna, karena tujuannya adalah untuk kepastian hu-
kum”. Hal ini sangat berbeda dengan fiskal kadaster yang
tidak membutuhkan kepastian hukum karena kepen-
7