Page 90 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 90

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        tember 1960, kelembagaan agraria jauh lebih lengkap dan
                        bisa menjalankan fungsinya secara mandiri. Dengan ke-
                        lengkapan kelembagaan tersebut, kemudian Kementerian
                        Agraria secara resmi menjalan tugas: Landreform, Likui-
                        dasi hak-hak lama, menyelenggarakan land use planning,
                        dan menyelenggarakan  pembangunan  hukum  agraria
                        serta administrasi pertanahan secara luas.


                        B. KMB 1949 dan Dampaknya bagi Sejarah Agraria
                           Indonesia

                            Catatan sejarah menunjukkan, situasi politik Indo-
                        nesia setelah menyatakan diri sebagai negara  merdeka
                        pada tahun 1945 menemui titik krusial dan genting. Belan-
                        da dua kali melancarkan agresi militer yang menandai
                        dua kali mencederai perjanjian  perdamaian dengan In-
                        donesia, perjanjian Linggarjati dan  Renville  (Vickers,
                        2005). Pelanggaran terhadap dua perjanjian itu diikuti
                        dengan Agresi Militer I tahun 1947 dan Agresi Militer II
                        1949. Di dalam negeri sendiri, banyak yang menolak hasil
                        perjanjian  Linggarjati  dan  Renville,  sehingga  banyak
                        muncul perlawanan secara gerilya oleh sebagian masya-
                        rakat Indonesia dalam bentuk teror dan sabotase aset-
                        aset Belanda di Indonesia (Toer, 1950). Dalam perspektif
                        itulah, Belanda menemukan ruang sekaligus alasan  untuk
                        melancarkan aksi militernya.
                            Setelah melancarkan aksi militer dua kali, akhirnya
                        Belanda mau melakukan perundingan perdamaian. Sebu-
                        ah perundingan yang mengambil  tempat di  Kota  Den
                        Haag,  Belanda, kemudian  terkenal  dengan Konferensi

                         54
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95