Page 95 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 95
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
mendukung kebijakan Sukarno sekaligus menentang
Belanda. Lewat Organ-organ PNI dan PKI seperti Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan
Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) menggerakkan massa
untuk demonstrasi dan menuntut pengambilalihan peru-
sahaan-perusahaan Belanda dan Asing lainnya di Indo-
nesia. Padahal sebelumnya, semua harta peninggalan atau
milik asing sedang dalam proses penyelesaian dengan UU
No. 24 Tahun 1954. Tindakan itu dianggap sebagai bentuk
resistensi masyarakat Indonesia sekaligus menentang
eksistensi kolonial yang masih bercokol di Indonesia. Pada
periode tersebut sangat dimengerti mengapa pilihan
Sukarno dan sebagian besar masyarakat Indonesia bersi-
kap frontal, karena Belanda dianggap tidak memiliki
i’tikad baik untuk menyelesaikan persoalan dengan In-
donesia, khususnya terkait persoalan Irian.
Apa yang dilakukan para buruh terhadap perusahaan
asing (Belanda) akhirnya direspons oleh Sukarno sebagai
sebuah keputusan politik negara berdaulat. Dalam rapat
resmi Kabinet Djuanda pada tanggal 28 November 1957
menghasilkan keputusan yang cukup penting terkait
perusahaan-perusahaan asing yakni, “Pemerintah memu-
tuskan untuk mendukung demonstrasi dan pengam-
bilalihan beberapa perusahaan Belanda” (Kanumoyoso,
2001; Ricklefs, 2005). Peristiwa ini sangat penting untuk
dilihat sebagai politik Sukarno yang keras memper-
tahankan identitas kebangsaan sekaligus menunjukkan
kepada Belanda. Sikap ini juga menjadi dasar dan tindakan
dalam menyusun beberapa poin perubahan dalam draft
59