Page 97 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 97
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
Burhanuddin Harahap secara sepihak membatalkan
Perjanjian Den Haag pada tanggal 13 Februari 1956 (Feith,
2006; Finch & Lev, 1965; Noer, 2000). Secara sepihak
4
pembatalan ini diumumkan/dikukuhkan oleh Sukarno
pada tanggal 3 Mei 1956, pada saat yang sama Kabinet
sudah berpindah dari Burhanuddin Harahap menjadi
Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956-Maret 1957).
Pembatalan ini kemudian ditegaskan dalam UU No. 13
Tahun 1956 tentang Pembatalan Hubungan Indonesia-
Netherland yang sebelumnya disepakati pada perjanjian
KMB. Akibat situasi tersebut banyak pengusaha Belanda
yang masih tinggal di Indonesia menjual perusahaannya
ke warga negara Indonesia, terutama keturunan Tionghoa
(Rustanto, t.t.).
Saat mengeluarkan UU No. 13 Tahun 1956, tampak
kemarahan Sukarno yang tergambar dalam konsiderans
pertimbangan dikeluarkannya UU tersebut, karena Belan-
da bersikeras dengan sikapnya yang sulit diterima oleh
Sukarno. Dalam konsiderans UU tersebut bisa dibaca
bagaimana sikap yang keras dan tegas itu ditunjukkan
oleh Sukarno:
Bahwa demi kepentingan Negara dan Rakyat Republik Indonesia
yang sangat dirugikan oleh Perjanjian Konperensi Meja Bundar di
‘s Gravenhage dalam tahun 1949 dan yang didaftarkan pada
Sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 14 Agustus
4 Sepanjang tahun 1950-1957, gonjang ganjing politik nasional
menyebabkan beberapa kali—sedikitnya 7 kali—pergantian kabinet,
dari kabinet Hatta sampai Kabinet Ali Sastroamidjojo II.
61