Page 17 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 17
Djoko Suryo
berbagai peristiwa dan pembacaan terhadap proses dinamika
masyarakat Indonesia dalam periodenya yang panjang. Di da-
lam konteks itu pula, ia memikirkan bagaimana metode dan
metodologi dibangun di dalam studi sejarah agar penekanan
terhadap pemaknaan itu dapat dicapai. Dalam tulisan terbaru
yang khusus disajikan untuk buku ini, berjudul “Pendekatan
Visioner Sejarah Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan”,
ia mengajak agar upaya rekonstruksi atas masa lalu yang telah
dilakukan oleh studi sejarah tidak berhenti pada masa lalu itu
sendiri. Agaknya tulisan itu mengindikasikan kerisauan ia sela-
ma ini tentang studi sejarah yang semestinya “relevan secara
sosial”, melebihi atau berbanding lurus dengan “relevan secara
teoretis”.
Tawaran Prof. Dr. Djoko Suryo tentang pendekatan visioner
sejarah Indonesia adalah bertujuan untuk “menyeimbangkan
orientasi perspektif historisnya ke masa depan (future oriented)”.
Tawaran ini membuka diskusi bagi kita, dapat dimulai dengan
mempertanyakan dimana sebenarnya letak visionaritas itu:
apakah sebagai teleology atau “tujuan”, “guna” sejarah secara
ekstrinsik, sebagai “filsafat sejarah”, ataukah “refleksi” kese-
jarahan, dll.
Fungsi “normative” sejarah adalah ketika ia mampu meng-
hadirkan narasi sejarah yang kompleks, majemuk, dan manu-
siawi¸ yang dengan itu mampu menerang-jelasi realitas kekinian.
Sejarawan menempatkan diri secara progressive, melihat dari
“masa lalu”, menapaki periode demi periode, hingga bertemu
dengan “masa kini”. Atau, bisa juga sebaliknya, menggunakan
perspektif digressive. Hal terakhir sebagaimana pernyataan
Benedetto Croce adalah, “semua sejarah adalah sejarah kontem-
porer”. Cara memahami dan memosisikan diri seorang
sejarawan dapat pada titik yang memungkinkan progresi atau
digresi dilakukan, dan dalam proses itulah mencari
“kesinambungan” dan “perubahan”.
Pemahaman itu berbeda sekali dengan visi kesejarahan ala
xvi