Page 18 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 18

Kata Pengantar Penyunting

               Michel Foucault. Ia menolak  global theorizing, menghindari
               pentotalan bentuk analisis atas sistem kritik. Foucault menda-
               sarkan karyanya pada visi kesejarahan Nietzsche tentang gene-
               alogy. Genealogy mendeligitimasi kekinian dengan memisahkan-
               nya dari kelampauan. Setiap peristiwa mempunyai logika seja-
               rahnya sendiri-sendiri. Ia memutus kelampauan dari kekinian,
               dengan mendemonstrasikan keasingan masa lalu, dan kere-
               lativannya terhadap masa kini. Selain itu, Foucault menolak mo-
               del teleology Hegel. Melalui kritik Nietzschean, ia menunjukkan
               apa yang disebut dengan differénce. Di saat sejarah tradisional
               memasukkan peristiwa sebagai bagian total (struktur) dari sebu-
               ah fenomena, analisis genealogy menghadirkan dan memper-
               tahankan singularitas sebuah peristiwa (post-struktur). Geneal-
               ogy memfokuskan pada yang  local, diskontinuitas, disqualified,
               dan pengetahuan yang illegitimate.
                   Sejarawan ala Nietzschean umumnya memulai dengan keki-
               nian dan kembali ke belakang untuk menemukan di mana
               differénce tersebut berada, differénce is located, melacak di mana
               letak discontinuity, sebagaimana melacak kesinambungannya.
               Pelacakan yang umumnya dilakukan selalu berdasarkan pada
               asumsi adanya “rasionalitas” peristiwa, namun mengabaikan
               “irasionalitas” yang justru menjadi bagian dari masa lalu itu.
               Singkatnya, gap antara masa lalu dan sekarang digarisbawahi
               oleh historiografi Foucault sebagai apa yang disebut dengan
               differénce.  (Madan Sarup, 1993).
                   Pemahaman tentang “kekuasaan yang menggejala” dalam
               pengertian Foucault juga dapat dilakukan, terlebih untuk per-
               kembangan sejarah pasca keruntuhan rezim otoriter dan pasca-
               patronase negara, serta pasca-mainstream (tentang ideologi ke-
               bangsaan misalnya).
                   Jika visonaritas itu adalah sebagai “guna sejarah”, maka
               klaim ideografis sejarah harus dibaca secara hati-hati. Sebab,
               visionaritas itu mengandaikan adanya keterulangan dalam seja-
               rah, atas pola dan gejalanya. Sementara rangkaian kerja sejarah

                                                                       xvii
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23