Page 122 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 122

Yahman, Akur Nurasa, Westi Utami
            104

            d.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1968 tanggal 10
                April 1968, PPN Tembakau Deli berganti nama menjadi PNP-IX;
            e.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44  tahun 1973  tanggal  6
                Desember 1973 berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
                Perkebunan –IX;
            f.   Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  7  tahun  1996  tanggal
                14 Februari  1996  terjadi  peleburan PT Perkebunan-IX  dan PT.
                Perkebunan-II  menjadi  PT. Perkebunan Nusantara-II (Persero), dan
                sebagai perusahaan perseroan  kemudian pendiriannya  ditegaskan
                dengan Akta Pendirian No. 35 tanggal 11 maret 1996 yang dibuat oleh
                dan dihadapan Harun Kamil, S.H., Notaris di Jakarta.

                Demikian juga terhadap tanah PTPN-II eks. PTP-II, semula terdaftar
            an.  NV.  Senembah Maatschappij  dan NV.  Deli  Maatschappij,  setelah
            nasionalisasi berubah menjadi PPN. Sumut-5 dan PPN Aneka Tanaman-II,
            selanjutnya berubah menjadi PTP-II, lalu direstrukturisasi dengan PTP-IX
            menjadi PTPN-II.



            D.   Sejarah Perkembangan Dan Sumber Konflik di
                Sumatera Utara

            a. Sejarah Perkembangan Konflik


                1.   Masa Kolonial Belanda
                Sejarah  perkembangan  konflik  di  Sumatera  Utara  diawali  sebelum
            Indonesia merdeka dimana pada masa kolonial  Sultan memberikan hak
            konsesi tanpa mengabaikan hak ulayat masyarakat adat yang pada akhirnya
            menimbulkan Perang  Sunggal  (1873),  Pemberian konsesi dengan luasan
            yang  tidak  jelas dan  tidak diusahakan  seluruhnya  (bebouwing clausul),
            sehingga bagian yang tidak diusahakan tersebut ‘digarap’ oleh masyarakat
            sekitar. Penggarapan dan okupasi areal perkebunan sudah ada sejak masa
            kolonial  Belanda tanpa  adanya  penyelesaian  yang  jelas terhadap  status
            atas tanah baik siapa pemilik atas tanah, penguasa maupun subyek yang
            memanfaatkan dan menggunakan tanah.

                2.  Masa Pendudukan Jepang
                Politik pertanahan Jepang yang bertujuan untuk memenangkan Perang
            Asia Timur Raya, sehingga tanah perkebunan ‘dianjurkan’ untuk diokupasi
   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127