Page 97 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 97
Konflik di Perkebunan Eks. HGU PTPN II Sumatera Utara 79
Demikianlah setelah pemilik onderneming kembali ke Indonesia,
mereka mencoba membangkitkan pengaruh lamanya yang mengesankan
bahwa peranan Belanda masih sangat penting dalam perbaikan ekonomi
Sumatera Timur. Di samping usaha mengembalikan pengaruh tersebut
diatas diikuti dengan konsolidasi sisa-sisa kekuatan yang pro Belanda
sambil mengembalikan gambaran keperkasaan kekuasaan perkebunan
masa silam. Namun usaha demikian sia-sia belaka oleh karena rakyat di
daerah perkebunan yang mengerjakan tanah-tanah perkebunan yang
ditelantarkan pemiliknya merasa mempunyai hak-hak historis atau seperti
apa yang disebut oleh Karl Pelzer sebagai “quasi legal” atas ijin pemerintah
Jepang.
Untuk menertibkan kembali keadaan perkebunan yang rusak karena
penduduk rakyat, maka dikeluarkanlah Ordonansi yang termuat dalam
S.1948-110 yang selanjutnya menurut S.1948-111 hanya berlaku di daerah
Sumatera Timur.
Pasal 1 ayat 1 Ordonansi ini mencantumkan ancaman hukuman
penjara setinggi-tingginya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya f. 500
bagi pemakai tanah yang berlawanan dengan hukum, yang meliputi tanah-
tanah Negara yang bebas, tanah swapraja yang bebas, tanah erfpacht dan
tanah-tanah konsesi pertanian. Disamping itu semua barang-barang
bergerak yang terdapat diatas tanah tersebut milik si terhukum akan dapat
pula disita (pasal 1 butir 2).
Ada beberapa hal yang menampakan perubahan politik hukum dalam
usaha menangani permasalahan pemakaian tanah perkebunan.
Pertama, dilihat dari segi redaksinya, maka S.1948-110 nampak sebagai
ketentuan pidana. Ini berbeda dengan redaksi S.1937-570 yang tampak
sebagai ketentuan perdata, atau antar golongan. Hal ini merupakan
perubahan politik hukum dalam memandang dan mengatur suatu maslah
yang semula hanya bersifat keperdataan, yakni ketentuan yang menekankan
perlindungan terhadap perseorangan, diperluas menjadi perlindungan
terhadap kepentingan umum/kepidanaan. Perubahan ini disebabkan
oleh karena persoalan yang bersifat keperdataan itu semakin meluas dan
dapat membahayakan kepentingan umum, sehingga memerlukan campur
tangan penguasa. Perkebunan yang tidak hanya dimiliki oleh swasta. Tetapi
juga Negara yang harus dijaga dan dipelihara kelangsungan operasionalnya.
Kedua, dalam ordonasi ini tidak lagi dibedakan mana pemakai tanah
yang didasarkan pada hukum adat (itikad baik) dan mana yang berlawanan