Page 102 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 102

Yahman, Akur Nurasa, Westi Utami
            84

            yang menunjukan batas yang nyata. Seperti diketahui bahwa perkebunan
            besar di Indonesia umumnya dilakukan atas tanah-tanah bekas erfpacht
            atau konsesi oleh pemerintah Hindia Belanda yang sangat luas. Jadi, untuk
            membuat pagar sekeliling areal perkebunan adalah hal yang sangat sukar
            dilaksanakan mengingat biaya yang sangat besar.
                Dalam menyelesaikan kasus okupasi tanah perkebunan, beberapa hal
            yang perlu dilakukan :
            a.  Pentingnya upaya damai melalui meja perundingan antara penduduk
                yang  berkonflik  dengan  pemerintah  daerah  untuk  mencari  solusi
                bersama;
            b.  Dalam  menyelesaikan  kasus  tanah  semacam  ini,  pemda  hendaknya
                menggunakan instrument Ketetapan (Tap) MPR No. IX Tahun 2001
                tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, UU
                No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan Keppres
                34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

                Penyelesaian  konflik  dengan  musyawarah  juga  pernah  dilakukan  di
            Sumatera Utara  dalam menyelesaikan  sengketa  agrarian  antara PTPN  II
            dengan BPRPI di Makodam I Bukit Barisan. Sebagaimana yang dinyatakan
            Budi Agustono (1997: 104) bahwa untuk menyelesaikan sengketa agrarian
            ini kedua belah pihak disarankan hendaknya prosedur hukum, meempuh
            jalan damai dan musyawarah.
                Penggarapan  tanah  secara  tidak  sah (okupasi  illegal)  akan  menjadi
            masalah  yang  rumit  bila  terjadi  dalam waktu  yang cukup  lama.  Upaya
            menyelesaikan  okupasi  harus  memperhatikan  prinsip-prinsip  efisiensi
            penggunaan  tanah dan  keadilan  serta  tidak dapat dilakukan  melalui
            jalur hukum  atau  pendekatan keamanan  semata, melainkan juga harus
            diusahakan adanya perdamaian.
                Upaya-upaya lain  untuk menangani masalah  okupasi  tanah-tanah
            perkebunan  sebaiknya  dilakukan melalui  program-program  landreform
            (redistribusi/konsolidasi tanah):
            1.   Parlindungan A.P (1981: 164)
                Sengketa  mengenai tanah  perkebunan tidak  akan  berakhir  selama
                tidak dikaitkan dengan  ketentuan  landreform  serta ditiadakannya
                kemungkinan  spekulasi  dengan administrasi dan  pendaftaran  yang
                mantap bukan hanya denga SIM (Surat Ijin Menggarap)  saja  tetapi
                dengan pemberian sertipikat tanah sehingga benar-benar diukur dan
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107