Page 107 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 107
Konflik di Perkebunan Eks. HGU PTPN II Sumatera Utara 89
Kebijaksanaan Peraturan Perundang-undangan dalam Rangka Pelaksanaan
Landreform, Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan
Otonomi Daerah dibidang Pertanahan, serta Keputusan Pesiden Nomor 34
Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Pada Pasal
2 ayat (1) dan (2) Kepres No. 34 Tahun 2003 misalnya disebutkan:
1. Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten /Kota.
2. Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. Pemberian ijin lokasi;
b. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan;
c. Penyelesaian sengketa tanah garapan;
d. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk
pembangunan;
e. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti
kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;
f. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
g. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
h. Pemberian ijin membuka tanah; dan
i. Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota.
Penjelasan baik yang diungkapkan oleh AP Parlindungan, ini paling
tidak menyapaikan dua pesan. Pertama bahwa domain redistribusi tanah
bukanlah kewenangan pemerintah daerah tetapi adalah kewenangan
pemerintah pusat cq Badan Pertanahan Nasional. Ada nomenklatur yang
berbeda antara saat pengusulan pelepasan HGU PTPN II seluas 5.873,068
ha pada tahun 2002 – 2003 dengan realitas sekarang ini (2015). Harus
diingat bahwa pada saat usulan pelepasan tersebut Indonesia masih
memakai undang-undang No 22 tahun 2002 yang memberikan ruang yang
cukup luas pada pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten/
kota mengenai soal-soal pertanahan termasuk penetapan subjek dan
objek redistribusi tanah. Yang saat ini telah direduksi dengan keluarnya
undang-undang no. 32/2004, Peraturan Presiden 17/2015 serta peraturan-
peraturan lainnya yang mengarah pada resentralisasi bidang pertanahan.
Realitas ini menyampaikan Pesan Kedua bahwa sekalipun menurut SK
BPN No.42, 43 dan 44/HGU/BPN/2002, telah disebutkan bahwa tanah-
tanah perkebunan yang tidak di perpanjang tersebut akan menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh negara dan menyerahkan pengaturan/