Page 108 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 108
Yahman, Akur Nurasa, Westi Utami
90
penguasaan, pemilikan, pemampaatan dan penggunaan tanah tersebut
kepada Gubernur Provinsi Sumatra Utara dan selanjutnya di proses sesuai
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku setelah memperoleh ijin
pelepasan aset dari Menteri yang berwenang dalam hal ini Menteri BUMN
RI. Namun berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada
pengaturan dan penetapan hak atas tanah tidak berada didalam wilayah
kewenangan Gubernur.
Sebagai pejabat dekonsentrasi, Gubernur bisa saja melakukan langkah-
langkah koordinatif seperti yang dilakukan sekarang (Forum Pimpinan
Daerah : kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, BPN, dan pemerintah Kabupaten
Kota terkait), namun jika mekanisme redistribusi termasuk bentuk hak
ditimbulkan atas reditribusi, serta penyelesaian (pengambilalihan kembali
lahan yang sudah bersertifikat atas nama pengusaha), tidak di buat dengan
benar, efektif, dan transparan maka sangat terbuka peluang rencana yang
ada akan dijalankan berakhir dengan belunder. Ketiga, redistribusi ini
seharusnya tidak semata-mata membagi-bagikan tanah pada petani.
Belajar dari banyak Negara (Cina, Jepang, dan Taiwan, serta Korea Selatan)
yang sukses melakukan reditribusi tanah, mereka ternyata tidak hanya
melakukan redistribusi tetapi mereka juga menjalankan sejumlah program
ikutan yakni: penyediaan segala kemudahan bagi petani penerima tanah
untuk memulai mengembangkan potensi produktivitasnya di atas tanah
yang mereka terima, kemudian melakukan proteksi terhadap hasil-hasil
produksi kelompok-kelompok petani, serta memberikan perlindungan
ketika petani-petani penerima tanah masih harus memperkuat unit-unit
ekonomi produksinya. Pada soal proteksi hasil-hasil pertanian pemerintah
daerah memang dibatasi oleh regulasi yang ada (kebijakan soal impor,
perjanjian sistem perdagang bilateral, dan multilateral dan lain-lain)
namun pada soal memberikan ruang yang lebih luas bagi petani untuk
mengembangkan unit-unit produksinya pemerintah daerah memiliki
potensi yang sangat besar.
7. Konflik Agraria
Konflik agraria di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya, sepertinya
telah menjadi persoalan tanpa ujung. Yang terjadi bukan hanya tidak dapat
diselesaikannya kasus-kasus lama, namun eskalasi konflik-konflik baru juga
mengalami peningkatan sampai pada titik yang cukup mengkhawatirkan.
Rasio jumlah tanah untuk pertanian dengan jumlah kebutuhan penduduk
terhadap tanah yang timpang, serta tidak ditempatkanya investasi