Page 110 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 110
Yahman, Akur Nurasa, Westi Utami
92
8. Perseroan Terbatas (PTPN II)
Dalam peta lokasi Sumatera Utara, perusahaan ini menguasai lahan
di tiga Kabupaten yaitu Serdang Bedagai, Deli Serdang dan Langkat yang
dibagi menjadi lima distrik. Budidaya kelapa sawit menempati areal seluas
85.988,92 ha, karet 10.608,47 ha, kakao 1.981,96 ha dan tebu seluas 13.226,48
ha.
Perusahaan perkebunan ini berkantor pusat di Tanjung Morawa,
Provinsi Sumatera Utara. Berdirinya PTPN II didasari oleh ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang No. 9 tahun 1969 dan Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 1969 yang mengatur tentang Perusahaan
Perseroan. PTPN II didirikan pada tanggal 5 April 1976 melalui Akte Notaris
GHS Loemban Tobing, SH. No. 12 selanjutnya disahkan oleh Menteri
Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A5/43/8 tanggal 28 Januari 1977
dan diumumkan dalam lembaran negara No. 52 tahun 1978.
Lahan-lahan yang dikuasai PTPN II memiliki keterkaitan sejarah
yang cukup panjang dengan perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda.
Lahan PTPN II berasal dari konsesi tanah NV. Van Deli Maatschappij seluas
250.000 ha yang diusahai sejak 1870. Pengambilalihan tanah-tanah milik
perkebunan Belanda ini bermula pada 7 November 1957 terkait dengan
krisis politik Perebutan Irian Barat dengan Belanda, Soekarno selaku
Presiden Republik Indonesia mengumumkan untuk mengambil alih
seluruh perkebunan milik orang Belanda.
Pengumuman tersebut diteruskan dengan keluarnya pengumuman
Menteri Kehakiman G.A Maengkom pada tanggal 5 Desember 1957
yang menyatakan pengambil alihan akan dilakukan oleh pihak yang
berwenang, yaitu Penguasan Militer Pusat dan Daerah. Namun Juanda
Kartawidjaja selaku Menteri Pertahanan dan pimpinan tertinggi militer
Republik Indonesia pada tanggal 9 Desember 1957 memberi wewenang
kepada Menteri Pertanian untuk mengeluarkan peraturan terkait dengan
pengelolaan perkebunan Belanda.
Dengan kewenangan tersebut Menteri Pertanian menempatkan
perkebunan Belanda dibawah pengawasan sebuah organisasi yang bernama
Pusat Perkebunan Negara (PPN). Organisasi ini menjadi cikal bakal lahirnya
PTPN yang pada masa selanjutnya menguasai konsesi tanah yang dimiliki
perkebunan Belanda di Sumatera setelah dikeluarkan Undang-Undang No.
86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda
di Indonesia.