Page 109 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 109

Konflik di Perkebunan Eks. HGU PTPN II Sumatera Utara  91


              pengelolaan  sumberdaya alam  pada areal  yang  bijak disinyalir  menjadi
              penyebab utama mengapa konflik agraria di Indonesia menjadi semakin
              kompleks.
                  Undang-undang  pokok  agraria No 5  tahun 1960  sebenarnya  telah
              meletakkan tonggak dasar bagi penyelesaian persoalan tersebut. Namun
              berbagai peraturan perundang-undangan  yang  dilahirkan  setelahnya,
              secara langsung  ataupun  tidak langsung  telah membekukan  undang  –
              undang tersebut (UUPA). Fakta ini memberikan penjelasan pada kita bahwa
              persoalan konflik agraria tidaklah berdimensi tunggal apalagi keadaerahan.
              Ia (konflik agraria) tidaklah berada pada ruang hampa minus intervensi
              (internasional, nasional, maupun regional). Artinya penyelesaian konflik
              agraria terutama di Sumatera Utara, tidak bisa hanya didukung oleh niat
              baik pemerintah daerah, tapi harus mendapat dukungan pada skala yang
              lebih luas: pemerintah pusat dan masyarakat sipil.

                  Sekalipun demikian untuk konteks Sumatera Utara paling tidak ada
              beberapa hal yang bisa dilakukan untuk merespon persoalan tersebut, yang
              akan dijabarkan dalam beberapa berikut:
              a.  Untuk Tanah Eks HGU PTPN II
                  Membentuk forum daerah yang terdiri dari : pemerintah kabupaten/
                  kota,  BPN, PTPN  II,  Kepolisian,  Kejaksaan,  pengadilan,  dan
                  masyarakat,  untuk  kemudian  :  melakukan  pemetaan  terhadap
                  tanah-tanah  eks  HGU,  merumuskan  formulasi  tentang siapa saja
                  yang berhak mendapatkan  tanah eks HGU  PTPN  tersebut dan hak
                  apa  yang akan ditimbulkan atas  redistribusi  tersebut,  merumuskan
                  formulasi  mekanisme redistribusi  serta program  ikutan  yang  akan
                  dijalankan  setelah  redistribusi.  Melakukan langkah-langkah hukum
                  dan administratif  terhadap  kelompok–kelompok atau  perorangan
                  diluar kelompok yang berhak (petani penggarap) yang telah membuat
                  sertifikat atas tanah – tanah tersebut.
              b.  Meminta PTPN, kepolisian, masyarakat dan perusahaan lainnya untuk
                  tidak melakukan okupasi terhadap tanah-tanah yang masih bermasalah
                  dan  masih  diferifikasi.  Perseroan  Terbatas  Perkebunan  Nusantara
                  II (PTPN II) adalah sebuah badan usaha milik negara yang bergerak
                  dibidang  agribisnis perkebunan,  produksinya  meliputi  budidaya
                  kelapa sawit, karet, kakao, gula dan tebu yang areal penanamannya
                  tersebar di Sumatera Utara.
   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114