Page 20 - MODUL MAKANAN DAN MINUMAN HALAL-HARAM
P. 20
3. Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halal atau yang berten-
tangan dengan ajaran Islam.
E. Problematika Berkaitan dengan Makanan dan Minuman Haram dalam
Masyarakat
Ada sejumlah persoalan dilematis yang kita hadapi dalam hubungannya dengan
keharaman makanan dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk menghadapi persoalan-
persoalan tersebut ada sejumlah pedoman yang perlu kita perhatikan, di antaranya
adalah:
1. Apabila kita berkunjung kepada saudara kita lalu ia menyuguhi makanan, maka
hendaknya kita memakannya tanpa bertanya tentang makanan tersebut. Karena
menanyakan tentang makanan tersebut termasuk ghuluw (berlebih-lebihan). Ini adalah
pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri.
2. Obat bius dan segala hal yang dapat menghilangkan akal boleh digunakan ketika
ada kebutuhan yang sangat mendesak (darurat), misalnya; ketika digunakan untuk
operasi pembedahan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-‘Asqalani dan Imam al-Nawawi.
3. Minuman hasil rendaman suatu jenis bahan, mubah hukumnya selama belum
mencapai batasan yang membukkan. Misalnya nabidz, maka diperbolehkan diminum
selama belum berbusa atau telah sampai pada tiga hari (batasan memabukkan).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah saw. mengendapkan
(anggur) pada awal malam, lalu beliau meminumnya pada pagi harinya dan malamnya
kemudian pada besoknya dan malam berikutnya Lalu besoknya lagi hingga waktu
Asar. Jika masih tersisa, (maka) pembantunya (yang) meminum nabidz tersebut atau
beliau memerintahkannya untuk menumpahkannya. (HR. Muslim).
Maksudnya adalah jika ada rasa yang telah berubah tetapi belum terlalu, maka
beliau memberikannya kepada pembantunya. Namun jika perubahannya telah sangat
(hingga memabukkan), maka beliau memerintahkan untuk membuangnya.
4. Tidak diperbolehkan berobat dengan khamer. Diriwayatkan dari Wail al-
Hadhrami bahwa Thariq bin Suwaid bertanya kepada Nabi saw. tentang khamer yang
dijadikan obat. Maka beliau bersabda;
ٍ
ِ
ِ
ُُُُُُُّّّّّّّاهع نصيُّنَأُّه ِ ركُّوَأُّاه ن فُِّ رمْ لْاُِّ نع - ُّ ُّ ُّملسوُّهيلعُّاللهُّىلص - ُّ ِ بَِّنلاُّ َ لَ أسُّىفعْ لْاُّديوسُّنبُّقراَ طَُّّ نَأ
َ
ْ
َ
َ ْ َ ََ َ
َّ
َ
َْح َ ْ
َ َّ ْح
ْ
ََ َْ َ
ٍ
ِ
ِ
ِ
َِّ
ِ
ِ
ََ
َ
ََ
َ
َح َْ
ٌ َ ح
ْ ح
َ
َ َ
.»ُّءادُّهَّنك ُّ َ لو َ ُّءاودبُّسيَ لُّهَّنإُّ«ُّ َ لاق فُّءاوَّ دللُّاهع نصَأُّانَّإُّ َ لاق ف
Thariq bin al-Ju’fiy bertanya kepada Nabi saw. tentang khamar maka Nabi saw.
melarang atau membenci untuk membuatnya. Thariq lalu berkata, saya hanya
membuatnya untuk menjadi obat, lalu Nabi saw. kembali berkata, Sesungguhya
khamar bukanlah obat, tetapi ia adalah penyakit. (HR. Muslim).
5. Para ulama bersepakat bolehnya memakan bangkai dan sejenisnya dalam
kondisi darurat, yaitu seorang yakin jika tidak memakannya, maka ia akan meninggal
dunia. Allah swt. berfirman:
ِ
ِ ِ
ٍ
ِ
َ َ َ
َّ حَ
َ ََْ َّح ْ
َ
ْ َ َ
ٌ
ٌ
َ
َ
ُّميحرُّروفغُّللّاَُّّ نإُّهيَ لعُّ ْ ثْإُّلافُّداعُّلاوٍُّ غ ُّ بُِّيْغُّرطضاُِّ نمف َ
12