Page 38 - E BOOK EKONOMI ISLAM
P. 38
hakikat harta tersebut akan dilipatgandakan, bisa jadi dalam bentuk lain seperti
nikmat kesehatan, keamanan dan lain-lain. Dan pengalaman itu tidak dapat terjadi
jika tidak dibuktikan secara langsung oleh manusia lewat pengalaman spiritual.
Oleh karena itu dimensi Irfani menjadi sebuah pembenaran dan bukti akan
keberadaan ekonomi islam.
2) How to Run?
Jika diibaratkan ekonomi islam sebagai sebuah bangunan, maka akan ada bagian
bagian lain yang menyusun bangunan tersebut. Dan banguan itu akan tegak jika ada
fondasi, tiang dan atap. Dianalogikan menjadi aqidah sebagai fondasi, akhlak
sebagai tiang dan atapnya adalah Syariah.
Pertama adalah aqidah. Secara bahasa aqidah artinya ketetapan yang tidak ada
keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam
agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan.
Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Sementara menurut
isltilah aqidah yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi
tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang
tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Aqidah ini penting dalam
menjalankan ekonomi islam, terutama keimanan terhadap kehidupan setelah
kematian. Jika manusia memiliki aqidah yang kuat, pasti dia akan berhati-hati
dalam melakukan aktivitas ekonomi. Karena dia berkeyakinan bahwa semua
aktivitas ekonomi akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Jika umat islam
khususnya memiliki akidah seperti ini, sudah barang pasti tidak ada keserakahan,
kezhaliman dan perbuatan yang dilarang dalam melakukan aktivitas
ekonomi. Aqidah ini berkaitan erat dengan paradigma atau wordview seseorang
dalam memandang realitas kehidupan dan dunia ini.
Kedua adalah akhlak. Akhlak adalah sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam
Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan,
bahkan agama. Dalam ekonomi klasik, Adam Smith melahirkan teori-teori ekonomi
karena mempelajari perilaku (behaviour) manusia pada waktu itu. Perilaku
32