Page 115 - novelku part 2 1
P. 115

“Aku harap kamu bisa iklas, meski berat tapi kita harus kuat aku
           tidak menyalahkanmu semua sudah rencana Tuhan yang kuasa.”,
           lanjutku.

             Aku keluar rumah Ayu dan berjalan menuju makam, kulihat
           karangan bunga sudah mulai layu seperti hatiku yang layu. Aku
           kembali tumpahkan kesedihanku dimakam kembaranku di samping
           bapak dan ibu.

             Setelah beberapa waktu pundakku seperti ada yang mengelus,
           kulihat Nia dengan orang tuanya datang.

             Nia memelukku memberikan penghiburan, untuk menguatkan aku.

             Orang tuanya juga memelukku, memberi kekuatan padaku. “Kamu
           jangan merasa sendiri, kami keluargamu’, ucap bapak Nia.
             Dalam pelukan mbah uti kutumpahkan air mataku, “Sudahlah
           Bagas, lihatlah Bagus sudah tenang disana. Kita harus tetap
           melanjutkan hidup kita tidak boleh larut dalam duka”, bisik uti sambil
           mengelus punggungku.


             Bayangan masa kecilku kembali mengusik, dimana bapak, ibu,
           Bagus dan aku hidup dalam rumah kecil. Meski hidup dalam serba
           kekurangan tapi bapak mendidik kami dengan penuh ketegasan.
           Bagus pernah mengambil uang di dompet ibu tanpa ijin. Uang koin
           Rp.100, waktu itu ada penjual es kado lewat di depan rumah. Aku
           dan Bagus beli es tanpa seijin ibu. Karena dapat banyak, kaos yang
           kami pakai dilepas untuk membawa es itu supaya tidak jatuh.
           Sewaktu kami asyik menikmati es, ibu bertanya dari mana kami
           dapat es. Tanpa rasa bersalah Bagus bilang ambil di dompet ibu.
           Sewaktu ibu tahu langsung kami disuruh berdiri. Bapak ambil stagen
           untuk menghukum kami ditali pada cagak kayu dirumah. Beberapa




                                              115
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120