Page 5 - Tenggelamnya Kapal
P. 5

PENDAHULUAN CETAKAN KEEMPAT



               DI DALAM usia 31 tahun (1938), masa darah muda masih cepat alirnya dalam diri, dan khayal
               serta sentimen masih memenuhi jiwa, di waktu itulah "ilham" "Tenggelamnya Kapal Van der
               Wijck" ini mulai kususun dan dimuat berturut-turut dalam majalah yang kupimpin "Pedoman
               Masyarakat."
               Setelah itu dia diterbitkan menjadi buku oleh saudara M. Syarkawi (cetakan kedua), seorarg
               pemuda yang giat menerbitkan buku-buku yang berharga. Belum berapa lama tersiar, dia pun
               habis. Banyak pemuda yang berkata: "Seakan-akan tuan menceriterakan nasibku sendiri." Ada
               pula yang berkata: "Barangkah tuan sendiri yang tuan ceriterakan!"
               Sesungguhnya bagi seorang golongan agama, mengarang sebuah buku roman, adalah
               menyalahi kebiasaan yang umum dan lazim pada waktu itu. Dari kalangan agama pada
               mulanya, saya mendapat tantangan keras. Tetapi setelah 10 tahun berlalu, dengan sendirinya
               heninglah serangan dan tantangan itu, dan kian lama kian mengertilah orang apa perlunya
               kesenian dan keindahan dalam hidup manusia.
               Ada pula yang berkata: "Bilakah lagi tuan akan membuat ceritera sebagai 'Di bawah Lindungan
               Ka'bah' dan 'Tenggelamnya Kapal Van der Wijck' dan yang lain-lain itu?" Bagaimanakah saya
               akan menjawab pertanyaan itu, karena cita-cita masih tetap besar dan tinggi, sedang usia telah
               bertambah dan zaman telah berubah. Khayal dan sentimen zaman muda kian sehari kian
               terdesak oleh pengalaman-pengalaman, terutama di dalam saring-tapisan "Repolusi."
               Maka dengan persetujuan saudara M. Syarkawi sendiri, yang telah mencetak buku ini dua kali
               (pertama 1939, kedua 1949), cetakan buku ini seterusnya diurus oleh Balai Pustaka, sebagai
               perbendaharaan tanah-air yang senantiasa bekerja keras memajukan perpustakaan dan
               kesusasteraan tanah-air. Baik di zaman yang telah dilampauinya, apalagi sesudah kemerdekaan
               bangsa dan nusa.
               Dengan dicetaknya buku ini kembali, sempatlah saya mengambil dua kesempatan. Kesempatan
               pertama ialah mengoreksi kesalahan cetak pada percetakan-percetakannya yang dahulu, dan
               menyesuaikan ejaannya dengan ejaan-ejaan baru, sesudah perang. Sesudah Bahasa Indonesia
               'bulat-bulat' menjadi kepunyaan bangsa Indonesia.
               Kedua ialah kesempatan diri sendiri, "bercermin air", melihat diri sendiri di zaman Yang telah
               dilaluinya, jelas kelihatan dua hal yang mempengaruhi jiwa. Pertama sentimen yang bergelora.
               Kedua tekanan suasana, sebab kemerdekaan masih dalam cita-cita, dan penjajahan masih
               menekan dalam segala lapangan hidup, supaya hal itu tetap kelihatan, maka ketika
               membacanya kembali, jalan cerita dan perasaan pengarang, yang menjadi inti buku, tidaklah
               dirobah-robah. Sebab dia adalah puncak kekayaan jiwa yang dapat diciptakan di zaman muda
               dan di zaman sebelum suasana merdeka.
               Moga-moga kiranya hasil tangan angkatan kami ini dilanjutkan oleh angkatan yang di belakang,
               dengan lebih berkembang dan maju. Karena dengan terbukanya "gapura kemerdekaan", segala
               kesempatan pun terbukalah!

                                                                                               PENGARANG
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10