Page 10 - Tenggelamnya Kapal
P. 10

Dia telah menyaksikan sendiri kejatuhan Bone, dia menyaksikan sendiri seketika kerajaan Goa
               takluk dan menyaksikan pula kapal Zeven Provincien menembakkan meriamnya di pelabuhan
               Pare-Pare.
               Ketika dia mulai dipenjarakan, umurnya baru kira-kira 20 tahun. Kebetulan di dalam penjara dia
               telah dapat bergaul dengan seorang asal Madura, yang telah lebih 40 tahun di dalam penjara,
               bernama Kismo, buangan seumur hidup. Rambutnya telah putih, tetapi meskipun demikian lama
               dia dalam penjara dan telah banyak negeri yang didatanginya, belum pernah dia melupakan
               jalan kesucian, rupanya dia banyak menaruh ilmu bathin. Kepadanyalah Pandekar Sutan banyak
               berguru.
               Setelah dipotong 3 tahun, habislah hukuman dijalankannya seketika dia berada di Mengkasar.
               Kalau dia mau tentu dia akan dikirim ke Minangkabau, tanah tumpah darahnya. Tetapi dia lebih
               suka tinggal di Mengkasar. Meskipun hatinya amat ingin dan telah teragak hendak pulang,
               ditahannya, dilulurnya air matanya, biarlah negeri Padang "dihitamkan" buat selama-lamanya.
               Apa sebab demikian halnya?

               Saudara yang kandung tak ada, terutama saudara perempuan. Ibu tempat perlindungan orang
               laki-laki di negeri yang berbangsa kepada ibu itu telah lama pula meninggal. Meskipun dia akan
               diterima orang dengan muka manis, yang terkandung di dalam hati mereka tentu lebih pahit.
               Sebab dia tak berwang, kepulangannya menimbulkan cemburu hati keluarga-keluarga dalam
               persukuan: [14]



                  Kalau tidak ranggas di Tanjung,
                  cumanak ampaian kain

                  Kalau tidak emas dikandung,
                  dunsanak *) jadi rang lain.
               *) dunsanak = saudara pr.



               Tidak, dia tidak hendak pulang, meskipun hatinya meratap teragak pulang. Bukan sedikit hari
               12 tahun, entahlah gedang pohon kelapa yang ditanamkan di muka halaman ibu, entah telah
               bersisit keris. Dia mesti hilang, mesti larat karena kehilangannya seorang, belum sebagai
               kepecahan telur ayam sebuah bagi orang di kampung.
               Sebab itu tinggallah dia di Mengkasar beberapa tahun lamanya, bermacam-macam usaha telah
               dicarinya, untuk mencukupkan bekal hidup sesuap pagi sesuap petang. Dia tinggal menumpang
               di rumah seorang tua, keturunan bangsa Melayu yang mula-mula membawa agama Islam ke
               Mengkasar kind-kira 400 tahun yang lalu. Budi pekerti Pandekar Sutan amat menarik hatinya,
               kelakuannya, keberaniannya, dan kadang-kadang pandai berdukun, semuanya menimbulkan
               sukanya. Sehingga akhirnya dia diambil menjadi menantu, dikawinkan dengan anaknya yang
               masih perawan, Daeng Habibah.
               Tiga dan 4 tahun dia bergaul dengan isteri yang setia itu, dia beroleh seorang anak laki-laki,
               anak tunggal, itulah dia, Zainuddin, yang bermenung di rumah bentuk Mengkasar, di jendela
               yang menghadap ke laut di Kampung Baru yang dikisahkan pada permulaan cerita ini.
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15