Page 61 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 61

8      F.N. Nieuwenhuijzen (1819-1892)


               Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen (1819-1892) masuk ke Corps Binnenlands Bestuur / BB
               (Korps Pemerintahan Dalam Negeri) pada tahun 1842. Sebelumnya ia bekerja selama delapan
               tahun di Algemene Secretarie (Sekretariat Umum), kabinet dari gubernur-jenderal. Sekretariat
               itu menduduki posisi kunci dalam administrasi pusat. Selama bekerja di Departemen BB, ia
               ditempatkan di daerah-daerah di Jawa dan Buitenbezittingen (Wilayah Luar Jawa dan
               Madura). Dia pernah menjadi asisten-residen di distrik bagian utara Makasar (Sulawesi, 1847-
               1849) dan Madura (1853-1855), residen di Riau (1855-1857), dan gouvernementscommissaris
               (komisaris gubernemen) di bagian tenggara Kalimantan (1859-1860).

               Berdasarkan paparan statistik dari distrik-distrik bagian utara itu yang disusun oleh
               Nieuwenhuijzen pada tahun 1849, ternyata bahwa ia beroperasi sebagai pelopor di daerah
               yang menunjukkan sikap aneh dan curiga terhadap pemerintahan Belanda. Dia melihat adanya
               keengganan masyarakat untuk mendapatkan bantuan penanganan dari dokter Eropa bagi
               orang sakit. Pendidikan mereka ada pada tingkat yang rendah, banyak pegawai pemerintah
               pribumi yang buta huruf. Permintaan Nieuwenhuijzen untuk mendapatkan uang guna
               mendirikan sekolah, ditolak.

               Rumah dan kantornya dibangun dari bambu, seperti halnya penjara di situ. Nieuwenhuijzen
               terpaksa memasung kaki para tahanan untuk mencegah mereka melarikan diri. Upayanya
               dalam  memajukan pertanian berhasil, yaitu antara lain dengan membuat saluran-saluran
               pengairan untuk budidaya padi dan dengan mendatangkan benih-benih impor dari Havana
               untuk memperbaiki budidaya tembakau.

               Pengalaman Nieuwenhuijzen memberikan gambaran tentang posisi pegawai pemerintah di
               Wilayah Luar Jawa dan Madura pada waktu itu. Pada paruh pertama abad ke-19 pemerintah
               Hindia-Belanda berpusat di Jawa. Terhadap daerah-daerah lain – dengan pengecualian
               Sumatra – dilakukan onthoudingspolitiek (kebijakan tidak ikut campur). Tanah jajahan harus
               menghasilkan uang melalui Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa). Hal ini berubah pada
               sekitar pertengahan abad itu, di bawah pemerintahan Gubernur-Jenderal J.J. Rochussen
               (1845-1851).

               Hasil dari sejumlah tanaman yang mengurang, kekurangan akan pengetahuan spesialistis pada
               para pegawai pemerintah yang semakin meningkat, dan kritik yang bertambah terhadap
               aspek-aspek etis dari sistem tersebut menyebabkan timbulnya pandangan bahwa pemerintah
               sebagai pihak pemberi pekerjaan harus memberikan ruang bagi inisiatif swasta.
               Landbouwkolonisatie (Kolonisasi pertanian) dipertimbangkan. Negeri-negeri asing (Inggris)
               semakin aktif di Wilayah Luar Jawa dan Madura. Sebagai dampak perkembangan industri,
               tumbuhlah kebutuhan akan bahan-bahan dasar dan daerah pemasaran. Batavia mulai secara
               bertahap memperkuat cengkeramannya pada wilayah di luar Jawa. Perang Aceh secara
               definitif membuat berakhirnya onthoudingspolitiek.


               60
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66