Page 62 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 62

Pada masa Nieuwenhuijzen, Madura  mempunyai zelfbestuur (kepemerintahan wilayah yang
               otonom), tetapi pada paruh kedua abad ke-19 Madura lebih sering dihadapkan pada campur
               tangan langsung dari pemerintah. Atas usul komisaris gubernemen, pada tahun 1860 kerajaan
               Banjarmasin (Bagian Tenggara Kalimantan) dijadikan sebagai daerah yang diperintah
               langsung. Situasi itu menjelaskan mengapa dalam Memorie over Madoera van
               Nieuwenhuijzen (Memori Nieuwenhuijzen tentang Madura) dan gambaran yang panjang lebar
               tentang Banjarmasin yang disusun oleh Residen A. van der Veer pada tahun 1855, pemerintah
               pribumi menjadi pokok utama dan pengaruh Belanda hampir tidak dibicarakan.

               Pada tahun 1858-1864 Nieuwenhuijzen adalah residen Surakarta, dan pada tahun 1863 ia juga
               menjadi waarnemend resident (penjabat pengganti residen) Yogyakarta. Arsipnya berisi
                                                                            29
               peraturan tentang penyewaan tanah pertanian di Vorstenlanden  kepada pihak lain selain
               penduduk Indonesia pada tahun 1839-1861. Jadi, tanah tidak boleh disewakan kepada orang
               Cina dan orang Arab. Penyewa tanah harus memiliki pengetahuan bahasa (bahasa Jawa dan
               Melayu) dan adat-istiadat penduduk Jawa. Tanpa persetujuan rakyat, mereka tidak boleh
               menggunakan sawah tersebut untuk kebun kopi, tebu, nila, dan mereka wajib merawat jalan
               dan jalur setapak yang ada yang melalui atau di sepanjang tanah yang disewakan itu.

               Berdasarkan pengalaman kepengurusan yang luas, pada tahun 1865 Nieuwenhuijzen ditunjuk
               menjadi anggota Dewan Hindia, suatu dewan penasihat gubernur-jenderal yang mempunyai
               kewenangan ikut menentukan peraturan. Pada tahun 1868 ia menjadi penjabat pengganti
               wakil presiden, satu tahun sesudahnya menjadi wakil presiden.

               Pada tahun 1873, sebagai komisaris gubernemen ia dengan tentara ekspedisi ke Aceh untuk
               mencoba agar Sultan Aceh mau mengakui kedaulatan Belanda. Misi itu berakhir dengan
               penyerahan pernyataan perang yang ditandatangani oleh Gubernur-Jenderal J. Loudon (1872-
               1875), dan dengan demikian terjadilah Perang Aceh. Selanjutnya, Loudon mencoba meminta
               pertanggungjawaban Nieuwenhuijzen atas pecahnya perang Aceh. Pada tanggal 18 Mei 1873
               ia menunjuk suatu komisi yang ditugasi menyelidiki jalannya ekspedisi.

               Nieuwenhuijzen menolak untuk bekerja sama. Berkat hubungan baiknya dengan Minister van
               Koloniën (Menteri Urusan Tanah Jajahan) I.D. Fransen van de Putte (1872-1874), tak lama
               kemudian ia berhasil mengatur pemberhentiannya dengan terhormat dari jabatannya itu.
               Namun, hal itu bukan berarti akhir dari celaan dan tuduhan pendukung Loudon terhadap
               dirinya. Arsip Nieuwenhuijzen mengandung banyak bahan tentang episode ini.








               29
                 Empat kerajaan Jawa pada masa Hindia-Belanda, yaitu susuhunan Surakarta, kesultanan Yogyakarta, kerajaan
               Mangkunegara, dan kerajaan Pakualam.
                                                                                                        61
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67