Page 67 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 67

10  A. Pruys van der Hoeven (1829-1907)


               Abraham Pruys van der Hoeven (1829-1907) memulai karirnya sebagai scheepsjongen
               (pelayar) dan pada tahun 1854 masuk ke korps pegawai pemerintah. Dia ditempatkan di
               Sumatra, dan bekerja di sana sampai keberangkatannya pada tahun 1883. Sebagai pengawas,
               ia berprestasi sangat gemilang selama dua ekspedisi militer. Hal itu memberikan efek yang
               menguntungkan pada karirnya. Setelah pada tahun 1862 ia diangkat menjadi asisten-residen,
               menyusul kemudian pengangkatannya menjadi residen Bengkulu (1870-1873) dan sesudah itu
               Palembang (1873-1879). Pada tahun 1880 ia menjadi regeringscommissaris van Atjeh
               (komisaris pemerintah Aceh), tiga tahun kemudian ia menjadi gubernur daerah itu. Setelah
               pensiun (1883) ia diminta untuk menjadi anggota Raad van Indië (Dewan Hindia: dewan
               penasihat gubernur-jenderal dengan kewenangan ikut menentukan aturan). Jabatan itu dia
               duduki pada periode 1886-1893.

               Pruys van der Hoeven mempunyai beberapa publikasi atas namanya. Tentang pengalamannya
               sebagai pegawai negeri, ia membuat laporan dalam Veertig jaren Indische dienst (Empat
               puluh tahun berdinas di Hindia). Tentang permasalahan yang menyangkut Aceh, ia
               mempersembahkan dua brosur (The Hague 1886, 1896, juga ada dalam arsipnya). Ia juga
               menulis dalam De Gids (Panduan) dan dalam Vragen des Tijds (Pertanyaan di masa itu) (
               ‘Stemmen uit het Oosten’ – Suara dari Timur – pada tahun 1899, juga ada dalam arsipnya).

               Berdasarkan ingatannya, Pruys van der Hoeven menceritakan bagaimana dia sebagai pegawai
               pemerintah di Sumatra telah mencoba mengatasi kendala yang menghambat pembangunan
               ekonomi, yang mengganggu kepuasan penduduk, dan yang mengancam ketenangan.
               Demikianlah, dia didudukkan sebagai residen Palembang dengan tugas untuk membuat
               sungai-sungai lebih mudah dilayari dan jalan-jalan lebih baik, untuk mengurangi dan sedapat
               mungkin menghapuskan kerja wajib. Hasilnya adalah bahwa pertanian pribumi menjadi maju,
               demikian juga halnya dengan perdagangan. Menurutnya, penduduk Jawa juga dapat
               mengalami perkembangan sejenis seperti yang secara sistematis terjadi pada penghapusan
               kerja paksa dan kerja pengabdian. Pada pelaksanaan agrarische wet- en regelgeving (undang-
               undang dan peraturan agraria) di Jawa, orang terlalu sedikit memperhitungkan pentingnya arti
               adat. Menurut Pruys van der Hoeven, pengetahuan tentang negeri, rakyat, dan adat-istiadat
               dianggap perlu untuk bisa mendapatkan kedekatan dengan dan dukungan dari rakyat.
               Kekurangan pengetahuan juga yang menyebabkan kegagalan pemerintah di Aceh. Perang
               Aceh yang berkelanjutan semakin menumbuhkan kurangnya minat terhadap Hindia, sehingga
               membuat perkembangan ekonomi mengalami stagnasi. Yang tersebut terakhir itu juga
               terstimulasi oleh pelaksanaan pemerintahan yang sentralistis, yang menjadikan Batavia harus
               terlalu banyak memperhatikan Den Haag. Menurut Pruys van der Hoeven, Den Haag boleh
               saja menentukan arah, tetapi Hindia harus menentukan sendiri pelaksanaannya. Dalam
               artikelnya ‘Stemmen uit het Oosten’, ia menggabungkan dirinya dengan para pendukung


               66
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72