Page 70 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 70

11  D.F.W. van Rees (1863-1934)


               Dalam Biografisch Woordenboek van Nederland (Kamus Biografis Belanda), Daniël François
               Willem van Rees (1863-1934) dicirikan sebagai ‘de perfecte secretarie-ambtenaar die de sterk
               centralistisch georganiseerde Indische administratie van zijn dagen tot in al haar onderdelen
               kende en beheerste’ (pegawai sekretariat yang sempurna yang mengetahui dan menguasai
               administrasi Hindia pada zamannya yang terorganisasi secara sentralistis kuat, sampai ke
               semua bagiannya). Van Rees masuk ke Algemene Secretarie (Sekretariat Umum) sebagai
               pengawas (1888) dan naik jabatan menjadi Sekretaris Umum (1905). Sekretariat Umum itu,
               kabinet gubernur-jenderal, menduduki posisi kunci dalam administrasi Hindia. Tugas-
               tugasnya mencakup mengolah keputusan gubernur-jenderal hingga menjadi keputusan
               pemerintah; melakukan korespondensi pemerintahan; menangani hal-hal pemerintahan untuk
               Buitengewesten (Wilayah Luar Jawa dan Madura) (hingga lembaga bagian khusus untuk hal
                                    30
               ini pada tahun 1908);  mempublikasikan Indisch Staatsblad (Lembaran Negara Hindia),
               Bijbladen (Lembaran Tambahan), dan Regeringsalmanak van Nederlandsch-Hindië
               (Almanak Pemerintah Hindia-Belanda). Para pegawai Sekretariat Umum dapat memperoleh
               tugas dan perintah khusus dari gubernur-jenderal. Tugas Van Rees terletak di bidang urusan
               agraria dan pemberantasan pauperisme. Arsipnya berisi terutama pelbagai nota dan laporan
               mengenai topik itu. Sejumlah berkas itu muncul dari tangannya sendiri, yang lainnya
               terbentuk di bawah kepemimpinannya. Dalam bahan arsip itu, seperti lazimnya di masa itu,
               latar belakang historis permasalahan mendapat perhatian yang cukup besar.

               Berbagai berkas tentang urusan agraria timbul karena Agrarische Wet (Undang-Undang
               Agraria) pada tahun 1870. Dengan undang-undang ini para pengusaha swasta (di Jawa dan
               Madura terutama pengusaha pabrik gula dan pengusaha tembakau) mendapatkan
               kemungkinan untuk menyewa tanah dalam bentuk erfpah untuk maksimal 75 tahun. Pada
               transaksi dengan orang-orang Indonesia hubungan hukum adat memainkan peranan penting.
               Pemerintah ingin menawarkan kepastian hukum kepada masyarakat dalam melakukan
               perundingan dengan para pengusaha barat.

               Secara bersamaan disadari bahwa dengan lebih masuknya berbagai perusahaan pertanian
               besar barat ke dalam kehidupan masyarakat yang terutama masih feodal akan memberikan
               dampak yang menstimulasi dalam proses emansipasi. Dalam pelbagai ordonansi dicoba
               menemukan keseimbangan antara kepentingan dari kedua belah pihak dalam hal penyewaan
               tanah oleh ‘orang pribumi’ kepada ‘orang bukan pribumi’ dan dalam hal menyediakan cukup
               air untuk kebutuhan berbagai perusahaan barat dan pertanian pribumi. Persyaratan pemilihan
               kepala desa harus menghasilkan kepemerintahan desa yang beroperasi secara memadai dan
               tegas. Pengalihan kepemilikan tanah komunal ke kepemilikan tanah individual berdasarkan
               warisan juga distimulasi: kepemilikan tanah swasta dilihat sebagai syarat untuk kemajuan.
               Nota Van Rees tentang penyewaan tanah oleh orang pribumi kepada orang bukan pribumi di


               30
                 Lihat Bab 1 dalam buku panduan ini.
                                                                                                        69
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75