Page 88 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 88
15 W.H. van Helsdingen (1888-1985)
Setelah beberapa tahun menjadi griffier (panitera) pada Raad van Justitie (Dewan Yustisi) di
Batavia dan commies-redacteur (editor-komis) pada Departement van Onderwijs en Eredienst
(Departemen Pendidikan dan Ibadah), Willem Henri van Helsdingen (1888-1985) pada tahun
1920 menjadi adjunct-secretaris (wakil sekretaris) dan tahun 1927 sekretaris Volksraad
(Dewan Rakyat). Dewan itu (1918, mulai tahun 1925 60 anggota) mewakili tiga kelompok
masyarakat yang resmi di Hindia-Belanda: Eropa, pribumi, dan Timur Asing (yang kemudian
disebut sebagai Nederlandse onderdanen ‘masyarakat Belanda’, in- en uitheemse
onderdanen-niet Nederlanders ‘masyarakat asli / pribumi yang berstatus bukan Belanda dan
masyarakat pendatang yang juga berstatus bukan Belanda’). Anggota-anggota Dewan itu
sebagian dipilih (oleh dewan-dewan setempat, mulai tahun 1925 juga oleh dewan-dewan
kotapraja dan kabupatenan), sebagiannya lagi diangkat oleh gubernur-jenderal.
Pada awalnya Dewan Rakyat itu hanya memiliki kewenangan memberi advis; dengan
diberlakukannya Wet op de Staatsinrichting (Undang-Undang Tata Negara) ditambah dengan
kewenangan ikut mengatur. Dewan itu bukanlah parlemen sepenuhnya tetapi beroperasi
sebagai badan dengan hak ikut bicara dalam hubungan kolonial. Van Helsdingen membuat
ringkasan-ringkasan dari kegiatan pekerjaannya pada periode 1918-1928 dan 1928-1938:
ringkasan-ringkasan itu terbit dengan judul Tien jaar Volksraad Arbeid (Sepuluh tahun
pekerjaan Dewan Rakyat).
Pada tahun 1932 menyusul pengangkatannya sebagai walikota kota pelabuhan Surabaya,
salah satu kota terbesar di Jawa (sekitar 350.000 penduduk). Pada tahun 1928 Surabaya
mendapat status sebagai stadsgemeente (kotapraja) dalam provinsi baru Jawa Timur. Terdapat
gemeenteraad (dewan kotapraja) dan college van Burgemeesters en Wethouders / B&W
(Dewan Pemerintahan Harian Kotapraja), keduanya diketuai oleh Van Helsdingen.
Pengelolaan keuangan diawasi oleh College van Gedeputeerden (Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah) dari Provinciale Raad van Oost-Java (Dewan Provinsi Jawa Timur). Melalui dewan
ini, walikota mengusulkan kepada gubernur-jenderal agar ordonansi kotapraja, yang
35
menurutnya bertentangan dengan ordonansi umum atau provinsial, dibatalkan atau dihapus.
Krisis ekonomi pada tahun 1929 dan depresi yang mengikutinya, juga tidak luput melanda
Surabaya. Dari kliping arsip Van Helsdingen diketahui bahwa setelah tahun 1933 perlu
dilakukan penghematan atas infrastruktur dan perbaikan kampung. Jumlah orang Indonesia
yang semakin meningkat, mengharapkan bantuan melalui volkskredietwezen (sistem kredit
rakyat) dan pandhuisdienst (dinas rumah pegadaian). Pada pembukaan rumah penampungan
bagi pengangguran ‘pribumi’, walikota itu menyatakan bahwa wilayah pedesaan tidak dapat
lagi menampung jumlah pengangguran yang semakin meningkat.
35
Lihat Bab 2 dalam buku panduan ini.
87