Page 84 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 84
14 M.B. van der Jagt (1873-1960)
Max Buttner van der Jagt (1873-1960) adalah seorang pegawai pemerintah di Jawa. Dia mulai
sebagai controleur (pengawas) di karesidenan Banyumas (1900-1902), Kediri (1902-1907),
Pekalongan (1907-1910), dan (setelah sebentar sebagai selingan menjabat Sekretaris Daerah
di Priangan) Semarang (1915-1916 ). Dia kemudian menjadi asisten-residen di Kedu (1916-
1920) dan Surabaya (1920-1922), setelah itu ia kembali ke Kedu sebagai residen (1922). Pada
32
tahun 1927 ia dipindahkan ke Surakarta, salah satu dari Vorstenlanden. Jabatan itu dia
pegang sampai masa pensiunnya ( 1930).
Buku harian di arsipnya mencerminkan hidup dan pekerjaannya. Di kemudian hari, bagian
tentang pekerjaannya sebagai residen Kedu ia terbitkan sebagai buku mémoires (memoar)
pada tahun 1955. Dalam pengantar, ia mengenang G.L. Gonggrijp (1859-1939), penulis
33
Brieven van Opheffer yang di kalangan korps Binnenlands Bestuur / BB (Pemerintahan
Dalam Negeri) memiliki ketenaran yang besar. Gonggrijp baginya dan rekan sezamannya
merupakan contoh pegawai pemerintah dengan gaya lama: seorang yang berwibawa, keras,
dan adil, yang menjaga ketenangan dan ketertiban, sangat menjunjung ‘Kromo’ dan bekerja
untuk mencapai kemakmuran. Singkat kata, Gonggrijp adalah seorang residen 'tulen', seperti
dirinya sendiri. Setelah diberlakukannya Wet op de Bestuurshervorming (Undang-Undang
Reformasi Pemerintahan) pada tahun 1925, birokratisasi mulai melanda.
Undang-undang itu memang ada dampaknya, sehingga di Jawa karesidenan 'gaya lama’
dihapus. Sebagai gantinya, dibentuk tiga provinsi, yang masing-masing dipimpin oleh seorang
gubernur. Pejabat itu juga dapat memberi perintah kepada pegawai pemerintah, termasuk juga
kepada para residen. Residen kehilangan sebagian dari kewenangannya yang mandiri dan
mendapat wilayah jabatan yang lebih kecil: kedudukan barunya bisa dibandingkan dengan
kedudukan dari seorang asisten-residen dari ‘gaya lama’. Ia memberi supervisi dan
34
koordinasi; ia merupakan mata rantai dalam aparat pemerintahan daerah. Van der Jagt
menganggap undang-undang itu sebagai produk kesekian kali dari, yang menurutnya, Politik
Etis yang tak terhentikan itu. Prinsip-prinsip demokrasi Barat dijalankan oleh orang-orang
luar yang tidak berpengalaman di suatu daerah yang belum matang untuk penerapannya.
Pendapat dari para ahli yang betul-betul mengenali negeri dan rakyat itu tidak didengarkan
lagi.
Reformasi yang dijalankan terlalu awal itu membuat penduduk pribumi menjadi asing
terhadap budaya dan lingkungan mereka sendiri; menjadi materialistis; menjadi ada rasa
ketidakpuasan sosial yang bisa dimanfaatkan oleh pengacau politik dengan mudah;
menjadikan orang Eropa memiliki passantenmentaliteit (mentalitas orang lewat), bagi siapa
32 Termasuk Vorstenlanden adalah Kesunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Kerajaan Mangkunegara,
Kerajaan Paku Alam.
33
Lihat Bab 2 dalam buku panduan ini.
34
Juga lihat Bab 2 dalam buku panduan ini.
83