Page 98 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 98

18  G. Jansen (1894-1978)


               Pada tahun 1914 Gerard Jansen (1894-1978) berangkat ke Hindia-Belanda. Dia mulai sebagai
               landmeter (juru pengukur tanah) pada kantor kadaster kotapraja Bandung (Jawa Barat) dan
               lima tahun kemudian menjadi kepala Gemeentelijk Bureau voor Grondzaken (Biro Urusan
               Tanah Kotapraja) yang baru didirikan di Medan (Sumatra).

               Pada tanggal 1 Januari 1919 Medan menjadi daerah yang diperintah secara langsung. Sebelum
               itu, Sultan Deli adalah pemilik tanah di situ. Oostkust van Sumatra (Pantai Timur Sumatra),
               termasuk Deli, pada paruh kedua pertengahan abad ke-19 berkembang maju. Di wilayah itu
               bermukim pengusaha-pengusaha (tembakau) Eropa: salah seorang di antaranya adalah J.
               Nienhuys, pendiri Deli Maatschappij (1869). Para pengusaha mengambil tenaga kerja dari
               Cina dan bagian lain dari Kepulauan Nusantara. Seorang pengusaha kelahiran Cina, Tjong A
               Fie, berhasil mengumpulkan harta jutaan dan menjadi Regeringsadviseur voor Chinese Zaken
               (Penasihat Pemerintah Urusan Cina) yang penting. Pemerintah kolonial mengikuti jejak dunia
               usaha. Pada tahun 1873 Kesultanan Deli masuk dalam wilayah baru dari Oostkust van
               Sumatra / SOK (Pantai Timur Sumatra), dengan Medan sebagai ibukota (1887).

               Diperkenalkan westers recht en westerse regelgeving (hukum dan peraturan barat), pada
               awalnya terutama untuk 'orang asing': Orang Eropa, Orang Timur Asing, dan setelah tahun
               1909 juga ‘pribumi’ yang bukan rakyat dari sultan. Di wilayah itu mereka menduduki posisi
               eksteritorial. Dalam berjalannya waktu, kesultanan semakin disesuaikan dalam pemerintah
               kolonial. Dalam proses itu peraturan yang berkaitan dengan tanah memainkan peran yang
               menentukan. Awalnya ‘orang asing’ yang membutuhkan tanah untuk mendirikan perusahaan
               atau untuk membangun rumah, harus membuat perjanjian sendiri dengan sultan. Dengan
               adanya Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) pada tahun 1870, memungkinkan
               pemberlakuan sistem sewa dalam bentuk erfpah. Dalam pelaksanaan hukum ini, pegawai
               pemerintah mempunyai peran mengontrol dan mengkoordinasi, untuk melindungi penduduk
               pribumi. Untuk Deli, hal itu  berarti bahwa grondovereenkomsten (perjanjian tanah) yang
               sudah dibuat antara 'orang asing' dengan sultan, mulai tahun 1887 harus disetujui oleh kepala
               pemerintahan daerah dan harus dicatat oleh pengawas dalam register umum yang khusus.
               Konsesi tanah itu disebut controleursgrants (hibah pengawas). Pajak tanah selanjutnya harus
               dibayarkan kepada pengawas: uang itu akan digunakan untuk kepentingan umum. Mulai
               tahun 1909 Sultan Deli hanya boleh memberikan konsesi tanah kepada rakyatnya sendiri;
               konsesi tanah itu disebut sultansgrants (hibah sultan).

               Atas dasar Decentralisatiewet (Undang-Undang Desentralisasi) tahun 1903, Medan pada
               tahun 1909 menerima status sebagai gemeente (kotapraja), dengan gemeenteraad (dewan
               kotapraja) (1912) dan seorang burgemeester (walikota) sendiri ( 1918). Namun, tanah di
               tempat itu masih menjadi milik sultan. Perundingan antara pemerintah Hindia dengan
               zelfbestuurder (pemimpin wilayah yang otonom) itu membawa dampak bahwa sultan



                                                                                                        97
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103