Page 186 - GRC-BOOK-NEW2
P. 186
inti sari manajemen Risiko
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis risiko, yaitu: (1) Expected loss alias risiko yang dapat
diperkirakan; dan (2) Unexpected loss, yaitu: risiko yang tidak dapat diperkirakan. Ilustrasi
gambar 3.2 memberikan penjelasan yang paling “jos”. Sebagai gambaran -salah satu
contoh expected loss- misalnya: kerugian rata-rata produk kartu kredit sebuah bank pada
lima tahun terakhir berkisar pada angka 10%. Dapat disimpulkan, expected loss-nya tidak
lain adalah 10%. Karena, secara logis dapat diperkirakan kerugian pada periode berjalan
berkisar pada angka tersebut. Risiko ini diperhitungkan sebagai biaya dalam berbisinis
(charge to revenue or provision). Dengan demikian, expected loss berbanding lurus dengan
harga produk. Semakin tinggi expected loss produk suatu perusahaan maka harganya akan
menjadi semakin mahal. Sementara, risiko tidak pernah nihil. Bahkan, ketika berbaring tidur
di rumahpun tetap ada saja risiko. Artinya, kendatipun expected loss sudah dikelola tetap
saja ada residual risk; risiko sisa. Risiko terakhir inilah yang dikenal dengan unexpected loss.
Risiko yang tidak dapat diperkirakan. Terjadinya gempa bumi, tsunami ataupun serangan
teroris merupakan contoh nyata dari sekian banyak unexpected loss yang harus dihadapi
oleh para pebisnis. Oleh karena itu, risiko ini harus dibantali dengan penyediaan modal
perusahaan yang cukup. Tanpa modal, bisnis perusahaan tidak dapat berputar dengan
baik. Istilah gaulnya, bisnis dengan “modal dengkul”. Selanjutnya -perhatikan lagi gambar
3.2- terdapat satu titik yang disebut stress loss/bankrupt. Bila terjadi, risiko ini menyebabkan
suatu perusahaan collapse; bangrut; karena tidak mampu lagi menahan risiko. Situasi ini
merupakan kondisi stress. Pada situasi ini, perusahaan telah terjerumus dalam keadaan
krisis menuju “kematian”. Oleh karena itu, agar tidak pernah terjadi maka harus dikontrol
dan/atau dicegah dengan menetapkan limit transaksi sedemikian rupa sehingga suatu
perusahaan tidak terjerumus dalam suatu kondisi menghadapi risiko yang tidak dapat
dibendung lagi. Sebagai contoh, seorang dealer harus ada limit transaksi, jangan sampai
bebas sebebas-nya melakukan trading tanpa segregation of duties. Fakta berbicara dan
bukti menunjukkan -sejarah telah mengajarkan- bahwa suatu perusahaan bisa hancur
hanya karena ulah seseorang dengan kewenangan tanpa batas (simak uraian Box 3.1). Limit
is a must!
Two Prong Approach
Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai serangkaian metodologi dan prosedur yang
digunakan dalam rangka mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
risiko yang muncul dari kegiatan usaha suatu perusahaan. Manajemen risiko sangat
diperlukan agar segenap upaya yang dilakukan perusahaan dalam mengelola risiko
mampu mendapatkan keuntungan secara berkesinambungan (sustainable). Untuk itu,
diperlukan dukungan SDM yang kompeten. Mengacu kepada Banker Association for Risk
Management (BARa) dan Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP) bahwa para bankir
yang bertugas di bidang manajemen risiko diharuskan memiliki sertifikasi manajemen risiko.
Tujuanya adalah agar para bankir memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)
dan sikap kerja (attitude) dengan paradigma dan framework (lihat gambar 3.3) yang sama
dalam mengelola bisnis yang kemudian dapat diaplikasikan di lapangan sesuai kebutuhan
suatu bank.
160 The Fundamentals of GRC