Page 3 - e-modul bab 8 PAI
P. 3
maan uang sogok dan lain sebagainya. Istilah ini kemudian dikaitkan
dengan perilaku jahat, buruk atau curang dalam hal keuangan
dimana individu berbuat curang ketika mengelola uang milik
bersama. Oleh karena itulah korupsi diartikan sebagai tindak
pemanfaatan dana publik yang seharusnya untuk kepentingan umum
dipakai secara tidak sah untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Inilah
istilah korupsi yang lazim dipakai dalam istilah sehari-hari
(Hasibuan, 2012).
Dalam undang-undang negara Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi disebutkan, korupsi adalah setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi (perusahaan atau badan usaha) yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dengan pengertian tersebut praktik-praktik kecurangan yang
termasuk dalam kategori korupsi antara lain adalah manipulasi,
penyuapan (uang pelicin), pungli (pungutan liar), mark up (pengge-
lembungan anggaran tidak sesuai dengan belanja riil), dan pencairan
dana publik secara terselubung dan bersembunyi di balik dalil-dalil
konstitusi, dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang lebih
besar secara tidak sah dari apa yang seharusnya diperoleh menurut
kadar dan derajat pekerjaan seseorang.
2. Bentuk-bentuk Korupsi
Dalam pandangan Islam tidak dikenal istilah korupsi karena
kata tersebut bukan berasal dari agama Islam. Akan tetapi dengan
melihat arti korupsi sebagaimana disebutkan di atas, banyak istilah
pelanggaran hukum dalam pandangan Islam yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum
tersebut antara lain ghulul (penggelapan), risywah (suap), hadiyyah
(gratifikasi), sariqah (pencurian), dan khiyanah (khianat/kecura-
ngan).
a. Ghulul (penggelapan)
Kata ghulul secara bahasa adalah “akhdzu syai wa dassuhu fi
mata’ihi” (mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam
hartanya). Pada mulanya ghulul merupakan istilah untuk peng-
gelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan kepada yang
berhak (Qal‟aji, tt:334). Ibnu Hajar al-„Asqalani mengartikannya
dengan al-khiyanat fil maghnam (pengkhianatan pada rampasan
perang). Lebih jauh, Ibnu Qutaybah (dalam Al-Zarqani, tt:37)
menjelaskan bahwa perbuatan khianat dikatakan ghulul karena orang
2