Page 105 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 105

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               merupakan  perpaduan  konstruksi  candi―seperti  telah  disebutkan―dan
               konstruksi atap  kayu  berbentuk  sirap  yang menyerupai  rumah  joglo  di Jawa.
               Bentuk atap  piramidanya  tersusun tiga  bagian  dengan konstruksi  tajug yang
               merupakan model konstruksi masjid di Jawa. Dua tumpang atapnya ditopang
               oleh empat tiang yang serupa  dengan  tiang  sokoguru atau  tiang utama  pada
               konstruksi model joglo. Adapun atap berbentuk piramida paling atas ditopang

               oleh kolom tunggal berpenampang lingkaran dengan diameter kayu sekitar 90
               sentimeter  dari jenis kayu  yang disebut  cinna  gori. Pada bagian  puncak  atap
               masjid terdapat hiasan berupa keramik Cina yang sekarang tidak lagi kelihatan
               karena telah tertutup plafon (Effendy 2013: 56).

                   Pembangunan  Masjid  Jami’  Palopo memiliki  aspek  simbolik di antaranya
               terdapat tujuh buah jendela pada sisi kiri dan kanan yang melambangkan jumlah
               hari dalam seminggu. Pada jendela terdapat teralis yang berjumlah lima batang
               menggambarkan kewajiban salat lima waktu dalam sehari. Sementara itu pada
               bagian dinding depan terdapat tujuh bukaan yaitu tiga di bagian kiri dan tiga

               di bagian kanan serta satu di tengah berupa pintu masuk ke dalam ruang salat.
               Adapun pada bagian dinding barat terdapat ceruk di bagian depan yang berfungsi
               sebagai  mihrab.  Sementara itu,  pada  bagian dinding sebelah  barat  terdapat
               ventilasi udara sebanyak enam buah berderet dengan susunan tiga di atas dan
               dua di bawahnya (Effendy 2013: 56).



               5.3 Kompleks Makam Raja-raja di Lokko’e


                   Situs pemakaman raja dan bangsawan Luwu di Lokko’e berada di tengah kota
               Palopo, didirikan sekitar masa pemerintahan Datu Luwu  XVIII  Settiaraja Petta
               Matinroe ri  Tompotikka (1663–1704). Dalam kompleks makam disemayamkan

               sejumlah raja atau Pajung Luwu, yaitu Settiaraja, La Tenripeppang Sultan Abdullah,
               Datu Luwu XXVII (1778–1810), Daeng Mabaro’e (putra mahkota Datu XXVIII), Andi
               Jelling, Datu Luwu XXXV, dan makam para permaisuri dan orang kesayangan raja
               (cenning) termasuk para kerabat istana lainnya (Effendy 2013: 220–1).










                                              89
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110