Page 103 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 103
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa perpindahan ibu kota Kedatuan
Luwu ke Palopo diperkirakan akibat mulai meredupnya Malangke-Patimang
sekitar abad ke-17 bersamaan dengan penerimaan Islam. Namun, terdapat pula
pendapat bahwa perpindahan itu merupakan konsekuensi dari visi reformasi
penguasa Luwu setelah penerimaan Islam. Toponim Wareq yang menjadi asal-
usul Kota Palopo walaupun baru tumbuh pada abad ke-17 telah menjadi bagian
penting dalam sejarah masyarakat Luwu seperti terbaca dalam teks-teks klasik
Bugis pra-Islam. Penemuan arkeologi berupa menhir berukuran 1,5 hingga 2
meter di Amassangan, yang oleh penduduk setempat dianggap sebagai nisan,
menunjukkan bahwa lokasi ini merupakan tempat penting dalam tradisi pra-Islam
di Luwu. Pendirian Kota Palopo tampaknya merupakan bagian dari revitalisasi
kesucian dengan meletakkannya kembali pada posisi politik tertinggi dengan
sentuhan budaya Islam (Mahmud, Wolman, dan Sumantri dalam Sumantri [ed.]
2006: 164–5).
Kota-kota pertama yang tumbuh pada mulanya berakar dari pertumbuhan
pusat-pusat seremoni atau tempat suci yang berhubungan dengan kekuatan
alam yang dikendalikan bagi keuntungan manusia. Kota merupakan permukiman
permanen yang berwujud model magis dari jagat raya dan Tuhan. Keadaan itu
membuat mereka yang berada di pinggiran atau wilayah pertanian memberikan
sumbangan secara suka rela atau pajak. Redistribusi kekuasaan dan sumber
material dilakukan oleh kelas penguasa seiring pertumbuhan kota yang pada
mulanya adalah pusat keagamaan. 1
Perkembangan agama Islam di Nusantara biasanya berdampak pada
pembangunan atau pemindahan kota baru. Dalam hal Bandar Banten, misalnya,
tergambar bahwa perpindahan ibu kota Kerajaan Banten dari Banten Girang ke
Banten Lama merupakan simbol peralihan dari kota Hindu ke kota bercirikan
Islam. Pemindahan ibu kota itu menunjukkan proses perkembangan peradaban
Islam di Banten. Kota Banten Lama berada pada kawasan pantai dan mengalami
puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kota itu
pada awalnya dirintis oleh Sultan Maulana Hasanuddin atas saran ayahnya, Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, sekitar 1526. Pada masa pemerintahan
Maulana Yusuf, putra Maulana Hasanuddin, kota Banten Lama yang terletak di
1 Lihat analisis Kevin Lynch (1984); dikutip dari Ambary (1998: 120).
87