Page 104 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 104

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              Surosowan, sekitar 13 kilometer dari kota Banten Girang, mulai dibangun dengan
              membuat dinding kota dari batu dan batu karang, dan dilengkapi dengan masjid,
              keraton, lapangan, pasar dan pelabuhan (Ambary 1998: 120–1).

                 Demikian pula pemindahan ibu kota Kedatuan Luwu dari Patimang-Malangke
              ke Wareq atau Palopo pada masa pemerintahan La Patipassaung Sultan Abdullah
              yang disertai pembangunan masjid merupakan pertanda pendirian kota Islam.

              Pendirian kota Islam senantiasa diikuti dengan pembangunan masjid.  Secara
              geografis, kedudukan pusat istana di Palopo berada tepat di jantung wilayah yang
              menjadi simbol perekat berbagai komunitas yang terdapat di Luwu. Pemaknaan
              dan pengabadian kata palopoi yang berarti ‘atasi’ saat pemancangan tiang utama
              masjid  menjadi  simbol persatuan tersebut.  Namun, sayangnya,  selain data
              arkeologis, sumber tertulis seperti lontara yang menjelaskan tentang pembangunan
              dan perkembangan kota Palopo tidak ada sama sekali sehingga menimbulkan
              kesulitan untuk melihat perkembangan kota tersebut (Mahmud 2003: 7–8).




              5.2 Masjid Jami’ Palopo


                 Mesjid Jami’ Palopo merupakan salah satu yang tertua di Sulawesi Selatan
              yang  dibangun pada  sekitar awal abad  ke-17. Masjid ini  dibangun  menyertai
              perpindahan ibu kota Kedatuan Luwu dari Patimang-Malangke ke Palopo. Letak
              masjid sangat strategis karena berada di tengah-tengah pusat Kota Palopo dan
              berlokasi di bagian barat istana Datu Luwu.

                 Para ahli menyebutkan bahwa konstruksi masjid tua Palopo sangat unik karena
              dibangun dengan dinding yang terbuat dari batu cadas berbentuk segi empat
              yang sangat tebal, sekitar 0,9 sentimeter. Struktur bangunan masjid  menyerupai
              arsitektur candi-candi di Jawa yang dapat dilihat pula dari denahnya yang berbentuk

              bujur sangkar dengan luas lantainya sekitar 15 x 15 meter persegi. Hiasan bagian
              bawah dinding berupa molding yang tampak seperti bagian dari bunga padmanaba
              atau lotus/teratai serupa dengan hiasan di candi Borobudur, sedangkan alur-alur
              bagian atas dinding juga memiliki kesamaan dengan hiasan candi-candi di Jawa
              (Effendy 2003: 54–6).

                 Keunikan lain  yang  dimiliki  masjid tua Palopo  adalah konstruksinya  yang




                                              88
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109