Page 190 - Toponim Magelang
P. 190

178         Toponim Kota Magelang












                                generasi awal Wali Sanga. Syekh Subakir yang linuwih menancapkan tumbal batu hitam
                                di puncak Tidar. Para penghuni gunung kalah, dan menepi ke sudut terpencil tanah
                                Jawa. Tokoh ini dianggap berhasil, lalu gunung Tidar mulai banyak dikunjungi orang.
                                Syekh Subakir tinggal dan dimakamkan di atas gunung tersebut. Kuburan ini menjadi
                                tempat ziarah. Selain itu, ada tombak Kyai Sepanjang dengan panjang 7 meter milik
                                Syekh Subakir ikut dikebumikan.

                                Mitos perkembangan islamisasi di area Tidar masuk akal dengan disebutkan adanya
                                padepokan dalam Serat Centhini karangan pujangga Keraton Kasunanan bersama para
                                santri. Suatu hari, di padepokan di Gunung Tidar datang Mas Cebolang diiringi keempat
                                santrinya, yakni Palakarti, Kartipala, Saloka, dan Nurwitri. Mas Cebolang bertandang
                                ke Magelang bertamu pada Seh Wakidiyat yang berada di padepokan Gunung Tidar
                                setelah mereka berjalan jauh melewati Gunung Merapi selama berhari-hari. Saat itu,
                                Mas Cebolang bersama santrinya disambut baik oleh Seh Wakidiyat, dan dijamu aneka
                                makanan enak. Antara lain, sekul liwet aneng cething, myang ulam aneng ing dhulang, jangan
                                                                                         133
                                sambel sarem petis, lalaban sledri ketimun, dan cipir boncis kacang kapri.

                                Cerita dibeberkan dalam  Serat Centhini ini membawa pesan historis bahwa daerah
                                Gunung Tidar yang subur dengan bahan makanan, mulai dihuni komunitas Islam yang
                                mendalami ilmu agama. Di sela kegiatan agama, mereka juga memelihara ikan (ulam)
                                dan bertanam sayuran di kebun untuk dikonsumsi.

                                Mengunjungi puncak Gunung Tidar tidak butuh waktu 1 jam. Gunung terlihat alami
                                berkat pepohonan dan tanaman buah seperti salak, hasil penghijauan era 1960-an. Di
                                puncak, terdapat lapangan luas, dan di tengahnya bercokol tugu dengan simbol “So”
                                dalam huruf Jawa dalam 3 sisinya. Juru kunci setempat menjelaskan, tulisan itu berarti
                                Sopo Salah Seleh. Atau, siapa yang salah sebaiknya mengakui kesalahannya.


                                Sisi utara dan barat Gunung Tidar dibatasi lahan militer. Sisi timur dan selatan diapit
                                kompleks makam  kotapraja  dengan bukti yang tandus. Dalam  Arsip  Surat Dewan
                                Kotapraja Magelang No. 233/57 tahun 1925 disebutkan,  pemerintah kotapraja jika
                                memperoleh hak mengelola gunung, akan dibuka beberapa jalan  untuk pendaki,
                                dan menanam pohon peneduh di puncak. Upaya ini bakal menarik perhatian banyak
                                pengunjung karena terhampar panorama indah di seluruh wilayah sekitarnya Gunung


                                133  Serat Centhini (1823-1832).
   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195