Page 194 - Toponim Magelang
P. 194

182         Toponim Kota Magelang












                                pada sistem apanage. Nilai komunalisme, kontrol sosial, dan nilai adat yang merakyat
                                di Magelang terjaga dengan adanya peran tokoh bijak seperti Kyai Duda.

                                Ada versi lain tentang Kyai Duda yang perlu dijabarkan di sini. Dalam lingkungan
                                Kerajaan Surakarta, terdapat folklor yang sampai kini terawat, yakni Kyai Duda berujud
                                dandang untuk menanak nasi pada malam Garebeg Mulud Dal di dapur istana. Ritual ini
                                berfungsi pula untuk memelihara cerita rakyat Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan yang
                                akrab dalam kebudayaan petani bercorak agraris. Diperlihatkan kegiatan menanak nasi
                                bagi orang Jawa dianggap lebih penting ketimbang makan. Sebab, menanak nasi adalah
                                bagian dari proses pertama bagaimana orang Jawa berjuang agar bisa hidup (setelah
                                menanam), sedangkan  makan hanyalah  proses akhir. Masyarakat Magelang  yang
                                bercorak agraris tentu tak asing dengan cerita Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan yang
                                ditutur ulangkan lintas generasi.


                                Selain punden Kyai Duda, terdapat suatu situs bersejarah berupa batu-batu besar di
                                Kampung Dudan. Di situs ini ditemukan batu yang menyerupai gong dan beberapa
                                batu umpak. Masyarakat lokal mempercayai bahwa batu umpak ini merupakan suatu
                                mesjid yang tidak jadi dibangun oleh seorang wali. . Masjid dimaknai bukan sekadar
                                                                            138
                                ruang ibadah, masyarakat Kampung  Dudan menempatkan bangunan bersejarah  itu
                                sebagai penjaga memori. Muncul penafsiran bahwa Kampung Dudan dan Magelang
                                umumnya di era Kerajaan Mataram Islam sudah banyak yang memeluk agama Islam.
                                Tafsir ini diperkuat dengan  keterangan dari majalah  Kajawèn (1935)  terbitan Balai
                                Pustaka sebagai berikut:

                                    “Saking kawicaksananipun ingkang bupati ing Magêlang, ingkang makatên wau inggih
                                    lajêng dipun uningani saha lajêng dipun santosani pisan, inggih punika kalampahan
                                    sabawah Magêlang ngriku kathah mêsjid-mêsjid ingkang dipun saèkakên saha dipun
                                    agêngakên, ingkang waragadipun botên sakêdhik. Dene ingkang kangge waragad-
                                    waragad anyaèkakên utawi ngagêngakên mêsjid-mêsjid wau, ingkang sabagiyan agêng
                                    mêndhêt saking kas dhusun.”
                                                          139






                                138  Wawancara dengan Bapak Priyatno, (3 Maret 2018. Jam 14.40 sd 15.03).

                                139  Majalah Kajawèn. (Batavia: Balai Pustaka, 1935).
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199