Page 18 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 18
keputusan sepihak tentang “kodrat perempuan”.
Menggunakan ayat-ayat kitab suci, pendukung
patriarki melabeli perempuan sebagai sosok yang
tidak layak menjadi pemimpin, sebab hanya laki-
lakilah yang kodratnya menjadi pemimpin. Dengan
cara serupa, istri juga dianggap mesti menerima
keputusan suami, bahkan kalau sang suami ingin
menambah jumlah istrinya lagi. Atas nama agama,
perempuan diwajibkan untuk takluk dan menurut
apa kata laki-laki di segala bidang kehidupan.
Pemanfaatan ajaran adat dan agama
untuk membenarkan poligami, misalnya, tampak
pada petuah turun-temurun Minangkabau berikut:
“Kamu bukanlah satu-satunya istri,
suamimu akan menikahi wanita lain juga,
...
itu adalah bagian dari adat
dan juga diperintahkan oleh agama:
maka lepaskanlah dia dengan penuh kerelaan,
iringi kepergiannya dengan senyuman,
tanpa rasa sedih dan dendam.
...
berlaku baiklah kepada istri kedua suamimu
seperti yang diajarkan oleh agama”
(Vreede-De Stuers 2008: 95-96)
Suasana yang sarat ketidakadilan inilah latar
bergulirnya pergerakan perempuan menuntut
haknya.
18