Page 26 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 26
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
dalam mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia. Termasuk
pengembangan generasi muda, terutama anak-anak dan remaja dalam
upaya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Perempuan
mempunyai kelebihan menyambung ‘tali rasa’ dalam proses mendidik
sang anak untuk memperkokoh jati diri bangsa.
Pada zaman Kartini, apa yang dirisaukan oleh Multatuli dalam
Max Havelaar sudah tidak lagi terjadi, sebagai tanda keberhasilan
perjuangan Haluan Etis, kecuali kesepakatan yang dijanjikan pada
tahun 1901 yang pada kenyataannya tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya, karena kaum [pemilik] modal tidak dapat mengerti
mengapa dari keuntungan yang dapat mereka angkut dari Hindia
harus diberikan bagian yang lebih besar kepada bangsa pribumi
daripada upah rendah yang biasanya diberikan kepada mereka!
Memang, mentalitas “eksploatasi sebesar-besarnya” yang sudah
berakar sekian lamanya sukar untuk dirobah! (Sitisoemandari 1986:
201-2)
Dasar serta latar belakang gerakan “Haluan Etis” pada akhirnya
tidak lain daripada uang dan Neerlandia Raya, yang berarti:
kolonialisme. (Sitisoemandari 1986 :204) Situasi yang berabad-abad
dikondisikan oleh ekonomi dan politik kekuasaan kolonial sangat
menyengsarakan rakyat Jawa. Oleh karenanya, tidak berlebihan
apabila Bung Kamo menyebut masa Tanam Paksa khususnya yang
diselenggarakan oleh Van Den Bosch dengan segala implikasinya
sebagai masa feodalisme sakit.( Soekarno, Indonesia Menggugat,
1920).
Di dalam suratnya kepada Tuan H.H. van Kol, Kartini pun
menyampaikan keprihatinannya terhadap mentalitas para
bangsawan Bumiputera zamannya yang tidak berpihak kepada
rakyat, karena terkena imbas ‘penyakit’ tersebut di atas. Kartini
berangan-angan agar para Bangsawan bersemboyan: “Berbuatlah
agar bangsawan patut disembah rakyat, (Surat Kartini kepada Tuan
xii