Page 25 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 25
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk (eds.)
Hal ini, menurut Kartini, merupakan indikasi kurangnya
pendidikan akhlak di kalangan atas masyarakat Jawa. Dalam suratnya
tertanggal 12 Januari 1900 yang ditujukan kepada Stella
Zeehandelaar, Kartini menceritakan tentang nota yang dikirim oleh
ayahnya, Bupati Sosroningrat kepada Pemerintah Hindia Belanda
tentang perlunya pengajaran diberikan kepada rakyat Jawa: Kata
Ayah dalam notanya: Pemerintah tidak mungkin dapat menyediakan
nasi di piring bagi setiap orang Jawa untuk dimakannya, tetapi apa
yang dapat dilakukan oleh Pemerintah ialah memberikan kepadanya
daya upaya agar ia mencapai tempat di mana makanan itu terdapat.
Daya upaya ini ialah: Pengajaran... ...(Kartini dalam Sulastin 1979:31).
Perempuan merupakan sosok yang selalu menarik untuk dikaji
baik eksistensi, karakteristik maupun problematikanya yang
senantiasa timbul seiring dengan laju perkembangan masyarakat.
Makna yang terbayang apabila menyebut kata perempuan adalah
satu makhluk yang halus, lembut, lemah gemulai dengan wajah cantik
bak bulan purnama, suatu jenis makhluk yang sedemikian indahnya.
Karena keindahannya itu,maka para laki-laki menganggap bahwa
perempuan cukup berdiam di rumah saja, mengurusi dapur dan
mengasuh anak, sehingga tidak perlu turut campur urusan di luar
rumah.
Perempuan dalam budaya tradisional masyarakat tanpa disadari
memiliki harkat dan martabat yang setingkat lebih tinggi di atas laki-
laki dalam meneruskan garis keturunan, dan istrilah yang memegang
peranan penting. Penghormatan kepada perempuan ini pun tampak
dalam ungkapan surga berada di bawah telapak kaki ibu.
Perempuan sebagai warga masyarakat mempunyai hak, kewajiban
serta kesempatan yang sama dengan pria untuk memantapkan
kehidupan bangsa dan bernegara serta kehidupan beragama.
Peranan perempuan dalam pembangunan berkembang selaras
dan serasi dengan perkembangan tanggung jawab dan peranannya
xi
xxv