Page 34 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 34
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
perilaku kehidupan Bangsa di sebagian besar wilayah Nusantara.
Patriarki-Feodalistik tidak saja memusnahkan dharma Ksatria
semenjak zaman Kartini, ia bahkan menjadikan para pemimpin
Republik menjadi adharma yang kian lama kian ‘membinasakan’ cita-
cita Proklamasi.
Semenjak empat dasawarsa terakhir, kepemimpinan republik
didasari oleh kekuasaan, bukan oleh pengayoman. Sikap kurang
peduli para pemimpin Republik terhadap ‘bangsa-bangsa’ yang pada
zaman pra-kolonial merupakan ‘nasion’, merupakan suatu ‘cacat’
yang diemban oleh Pemerintah NKRI. Kecacatan inilah yang pada
akhirnya menghambat terwujudnya cita-cita Proklamasi: kemerdekaan
dalam teritorial Indonesia.
Keempat gagasan Kartini merupakan cita-cita yang perwujudan-
nya diangankan dalam sebuah masyarakat Dunia Baru yang dalam
konteks sekarang serupa dengan masyarakat Pancasila, yaitu
sebuah masyarakat cerdas yang berkeadilan, berperikemanusiaan,
serta berketuhanan Yang Maha Esa.
Meski proses berkebangsaan Indonesia ditandai oleh beberapa
titik sejarah sebagai monumen dan momen yang menentukan–
umpamanya Hari Kebangkitan Nasional 1908, Hari Sumpah Pemuda
1928, Hari Proklamasi 1945, Hari Nusantara 1957, namun
tampaknya peringatan hari-hari bersejarah tersebut lebih bersifat
ritual dan formalitas dari pada pemahaman terhadap substansinya.
Itulah sebabnya antara tahun 1945 hingga kini Bangsa Indonesia
mengalami pelbagai kendala yang mengusik proses berkebangsaan
satu: Bangsa Indonesia yang sejati.
Kesadaran berbangsa dan keberadaan bangsa yang terdiri dari
beratus bangsa-bangsa tersebar di seluruh wilayah Nusantara dari
Sabang sampai Merauke rentan untuk disintegrasi, apabila
eksistensinya tidak dihormati dan diperlakukan dengan layak.
Meskipun, dengan berjalannya waktu, proses berbangsa rakyat
2 2