Page 36 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 36
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
Ikrar Sumpah Pemuda 1928 telah berhasil mempersatukan
‘bangsa’-’bangsa’ menjadi satu kesatuan Bangsa Indonesia. Sangat
disayangkan, bahwa pernyataan kesepakatan itu tidak dikembangkan
dan mekanisme pelaksanaannya tidak dirundingkan, bahwa “apakah
berbangsa satu dan berbahasa satu harus diselesaikan dengan cara
peleburan diri ‘bangsa’-’bangsa’ menjadi satu Bangsa atau kesatuan
dari ‘bangsa’-’bangsa’ menjadi satu Bangsa besar dalam wilayah
kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang disemboyankan oleh
Bhinneka Tunggal lka Tan Hana Dharma Mangrwa” (Mpu Tantular,
abad 14) yang artinya kurang lebih beraneka tetap satu dalam
dharma?
Proses penyatuan dalam arti peleburan ‘bangsa’-’bangsa’
mengingatkan pada proses asosiasi Snouck Hurgronye yang
bermaksud membuat orang Jawa menjadi Belanda. Meski pun makna
berbangsa Indonesia tidak sarna dengan berbangsa Belanda, namun
keduanya sarna asingnya bagi ‘bangsa’ Jawa, ‘bangsa’ Batak, ‘bangsa’
Bugis, dan ‘bangsa-bangsa’ Nusantara kainnya, karena Bangsa dalam
bentuk baru ini sebelumnya belum dikenal wajah dan sosoknya.
Pengenalan ini butuh kepercayaan masyarakat dan proses, sementara
‘bangsa’ leluhur sempat di lumpuhkan oleh Belanda.
Bukankah lebih baik, bila kedaulatan ‘bangsa’ leluhur
dikembalikan terlebih dahulu sesudah Proklamasi Kemerdekaan,
sebelum menginjak pada tahapan kedua, membangun bangsa baru
yang utuh, Bangsa Indonesia yang berakar pada ‘bangsa’-’bangsa’
leluhur? Bukankah sebuah ikatan lidi akan menjadi sapu yang kuat
apabila setiap lidinya tidak rapuh? Karena proses berkebangsaan
Indonesia dilalui dengan cara kesatuan dalam arti peleburan ‘bangsa’-
’bangsa’ sebagai satu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dikuatirkan proses ini tidak berjalan di atas landasan
kokoh, karena titik berat penekanan penyelenggaraan Negara lebih
kepada penyelesaian administratif kenegaraan, yaitu penyatuan wi/
4 4