Page 41 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 41

Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)

                dalamnya terdapat unsur poligami yang sangat ditentangnya. (Istilah
                patriarki adalah istilah yang dipakai para feminis untuk menunjukkan
                dunia yang penuh persaingan, kekuasaan dan penindasan).

                     Ia menginginkan ‘dunia baru’ yang lebih menjanjikan bagi
                kedamaian Jiwa. Jiwa yang tidak mengenal warna kulit, jenis kelamin
                dan status dalam masyarakat, meminjam istilah Dilthey: idealisme
                objektif dan keharmonisan universal. Vox populi vox dei atau suara
                rakyat adalah suara Tuhan dikutip juga oleh Kartini di dalam salah
                satu suratnya. (Peter Kunzmann et al., Sesam Atlas Van De Filosofi,
                Amsterdam, 1996, hal. 180-81 1979:337) Ini menandakan, bahwa
                Kartini juga memahami bahwa pengabdian kepada rakyat identik
                dengan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian
                tanggungjawab pemimpin bersifat dualistik, yakni dari ‘atas’ dan ke
                ‘bawah’ berada di atas bahunya, yaitu  mengemban Amanat
                Penderitaan Rakyat. (Pramoedya 2003:141).
                     Kecintaan Kartini bersaudara kepada rakyatnya menggugah
                serta membangkitkan kesadaran ‘berbangsa’ pada diri mereka.
                (Sitisoemandari 1986:108; Pramoedya 2003:113) Sebagai Ksatria,
                Kartini bersaudara memperjuangkan serta membela hak-hak azasi
                rakyat (Pramudya 2003:113) mengayomi dan menjaga kehormatan
                serta harkat martabat mereka. Sebagai Brahniana, Kartini bersaudara
                berkontribusi dalam menebarkan nilai-nilai kemuliaan dan keluhuran
                manusia. Kartini prihatin melihat timbulnya gejala pembaratan
                artifisial yang tidak disertai kemajuan dalam pola pikir, berilmu
                pengetahuan serta penguasan berbahasa Belanda. Satu diantara lima
                priyayi yang telah berasimilasi dengan budaya Eropa mengalami
                perubahan perilaku. (Pramoedya 2003: 131) Hal ini, menurut Kartini,
                merupakan indikasi kurangnya pendidikan akhlak di kalangan atas
                masyarakat Jawa. Dalam suratnya tertanggal 12 Januari 1900 yang
                ditujukan kepada Stella Zeehandelaar, Kartini menceritakan tentang
                nota yang dikirim oleh ayahnya, Bupati Sosroningrat kepada



                                              9 9
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46