Page 40 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 40

Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
                                       Perempuan  dalam  Gerakan Kebangsaan
               yang terkesan mementingkan diri sendiri, yang senantiasa ingin
               mendapatkan yang terbaik bagi dirinya, sedang yang buruk bagi yang
               lainnya. (Surat Kartini kepada E.H. Zeehandelaar, 1899). Feodal
               Jawa berdampak buruk pada sikap kalangan atas Jawa, yaitu arogansi
               berlebihan. (Pramoedya 2003:126) Padahal, tatakrama tradisi Jawa
               memiliki istilah tepa sarira atau tanggap rasa, yang artinya mampu
               merasakan yang dirasakan orang lain.

                   Perenungan reflektif etis Kartini yang didasari oleh kepedulian
               dan keprihatinan terhadap ketidakadilan yang berlangsung di depan
               matanya, menyebabkan ia memahami pengertian istilah  adel
               (bangsawan) dan edel (budi luhur). (Surat kepada E.B. Zeehandelaar,
               1900) “Dua hal yang berbeda,” serunya. Maksudnya adalah, tidak
               selalu seorang adel itu edel.
                   Perilaku Belanda yang memaksakan diri agar diberi
               penghormatan berlebihan oleh pegawai Bumiputra (Jawa) dengan
               menggunakan adat tradisi leluhur nenek moyang mereka seperti yang
               terjadi di Cilegon dan Tegal (Pramoedya 2003: 108), membuktikan
               ucapan Kartini. Hal lain yang menunjukkan kerendahan budi
               kalangan Pemerintah Hindia Belanda, ialah ketika ada larangan bagi
               orang Jawa menggunakan bahasa Belanda dalam berkomunikasi
               dengan mereka. Bangsawan Bumiputra acapkali menggunakan
               bahasa Kromo Hinggil dan dijawab oleh Belanda cukup dengan bahasa
               Melayu Pasar (Pramoedya 2003: 11 0).

                   Karena terpasung oleh budaya Feodal Jawa yang “menyesakkan
               nafas” itu, lamunan Kartini menerawang jauh ke masa lampau. Ia
               bertanya, di manakah ajaran tradisi Jawa yang bermuatan nilai
               keluhuran itu?  Ia lalu paham, mengapa rakyat Jawa senang
               melagukan tembang syahdu yang berisi kenangan tentang keagungan
               Jawa masa lampau, kearifannya, ketinggian budaya serta kelembutan
               dan kehalusan seninya. Terhadap alam Feodal Jawa yang sungguh-
               sungguh patriarkis itu, Kartini menyatakan ‘perang’, karena di


                                              8 8
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45