Page 129 - Kelas_11_SMA_Sejarah_Indonesia_Semester_1_Siswa_2016
P. 129

Bermula dari insiden anjir

                       Sejak tahun 1823, Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert diangkat sebagai
                       residen di Yogyakarta. Tokoh Belanda ini dikenal sebagai tokoh yang sangat
                       anti  terhadap  Pangeran  Diponegoro.  Oleh  karena  itu,  Smissaert  bekerja
                       sama  dengan  Patih  Danurejo  untuk  menyingkirkan  Pangeran  Diponegoro
                       dari istana Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih
                       Danurejo memerintahkan anak buahnya untuk memasang anjir  (pancang/
                       patok) dalam rangka membuat jalan baru. Pemasangan anjir ini secara sengaja
                       melewati  pekarangan  milik  Pangeran  Diponegoro  di  Tegalrejo  tanpa  izin.
                       Pangeran Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabuti anjir tersebut.
                       Kemudian Patih Danurejo memerintahkan memasang kembali anjir-anjir itu
                       dengan  dijaga  pasukan  Macanan  (pasukan  pengawal  kepatihan).  Dengan
                       keberaniannya pengikut Pangeran Diponegoro mencabuti anjir/patok-patok
                       itu dan digantikannya dengan tombak-tombak mereka. Berawal dari insiden
                       anjir inilah meletus Perang Diponegoro.

                       Pada  tanggal  20  Juli  1825  sore  hari,  rakyat  Tegalreja  berduyun-duyun
                       berkumpul di ndalem Tegalreja. Mereka membawa berbagai senjata seperti
                       pedang, tombak, dan lembing. Mereka menyatakan setia kepada Pangeran
                       Diponegoro  dan  mendukung  perang  melawan  Belanda.  Belanda  datang
                       dan mengepung kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalreja. Pertempuran
                       sengit  antara  pasukan  Diponegoro  dengan  serdadu  Belanda  tidak  dapat
                       dihindarkan. Tegalreja dibumihanguskan. Dengan berbagai pertimbangan,
                       Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bukit
                       Selarong.


                       Pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak individualis. Beliau sangat
                       memperhatikan keselamatan anggota keluarga dan anak buahnya. Sebelum
                       melanjutkan  perlawanan  Pangeran  Diponegoro  harus  mengungsikan
                       anggota  keluarga,  anak-anak  dan  orang-orang  yang  sudah  lanjut  usia  ke
                       Dekso  (daerah  Kulon  Progo).  Untuk  mengawali  perlawanannya  terhadap
                       Belanda  Pangeran  Diponegoro  membangun  benteng  pertahanan  di  Gua
                       Selarong.  Dalam  memimpin  perang  ini  Pangeran  Diponegoro  mendapat
                       dukungan luas dari masyarakat, para punggawa kerajaan, dan para bupati.
                       Tercatat 15 dari dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati bergabung dengan
                       Pangeran  Diponegoro.  Di  samping  itu,  Pangeran  Diponegoro  juga  sudah
                       mempersiapkan  termasuk  penggalangan  dana,  tenaga,  dan  persenjataan.
                       Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari berbagai lapisan pangeran,
                       dan priayi sepuh, juga rakyat. Mereka rela mengumpulkan barang-barang
                       berharga seperti uang kontan dan perhiasan, aneka sarung keris bertatahkan




                                                                                          121
                                                                             Sejarah Indonesia
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134