Page 134 - Kelas_11_SMA_Sejarah_Indonesia_Semester_1_Siswa_2016
P. 134
Dengan sistem Benteng Stelsel ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu
ke waktu semakin sempit. Para pemimpin yang membantu Diponegoro
mulai banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih terjadi di
beberapa tempat. Pasukan Diponegoro di Banyumeneng harus bertahan dari
serangan Belanda. Di Rembang di bawah pimpinan Raden Tumenggung Ario
Sosrodilogo, rakyat mengadakan perlawanan di daerah Rajegwesi. Namun,
perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret
1828. Sementara itu, pasukan Diponegoro di bawah Sentot Prawirodirjo
justru berhasil menyerang benteng Belanda di Nanggulan (daerah di Kulon
Progo sekarang). Penyerangan ini berhasil menewaskan Kapten Ingen.
Peristiwa penyerangan benteng di Nanggulan ini mendapat perhatian
para pemimpin perang Belanda. Pasukan Belanda dikonsentrasikan untuk
mendesak dan mempersempitkan ruang gerak pasukan Sentot Prawirodirjo
dan kemudian mencoba untuk didekati agar mau berunding. Ajakan Belanda
ini berkali-kali ditolaknya. Belanda kemudian meminta bantuan kepada Aria
Prawirodiningrat untuk membujuk Sentot Prawirodirjo. Pertahanan hati
Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding. Pada
tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot
Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi perjanjian itu antara lain sebagai
berikut.
1) Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam.
2) Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai
pemimpinnya.
3) Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai
sorban.
4) Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829
Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri
Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.
Penyerahan diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran
Diponegoro, merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran
Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang
mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari satu
pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro akan
berakhir. Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian
hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan
Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi
nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu.
126 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1