Page 136 - Kelas_11_SMA_Sejarah_Indonesia_Semester_1_Siswa_2016
P. 136
menanamkan pengaruhnya. Kapal-kapal orang-orang Barat mungkin
hanya singgah dan sekedar berdagang. Baru pada sekitar tahun 1830-
an pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya di Bali.
Perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api
perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkenal dengan sebutan
“Perang Puputan”
Mengapa Terjadi Perang Puputan di Bali?
Pada abad ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat.
Misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung,
Jembrana, Tabanan, Menguri, dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Daendels, pemerintah kolonial mulai menjalin kontak dengan
kerajaan-kerajaan di Bali. Kontrak tersebut tidak sekadar urusan dagang,
tetapi juga menyangkut sewa menyewa orang-orang Bali untuk dijadikan
tentara pemerintah Hindia BeIanda. Namun, dalam perkembangannya
pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di
Bali. Oleh karena itu, Belanda mengirim dua utusan dengan misi masing-
masing. Pertama, G.A. Granpre Moliere untuk misi ekonomi. Kedua, Huskus
Koopman mengemban misi politik. Misi ekonomi berjalan lancar, tetapi misi
politik menghadapi berbagai kendala. Huskus Koopman terus berusaha
mendekati raja-raja di Bali agar bersedia mengakui keberadaan dan kekuasaan
Belanda. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara raja-raja di
Bali dengan Belanda, diantaranya, dengan Raja Badung (28 November 1842),
Raja Karangasem ( 1 Mei 1843), Raja Buleleng ( 8 Mei 1843), Raja Klungkung
(24 Mei 1843) dan Raja Tabanan (22 Juni 1843). Perjanjian kontrak antara
raja-raja di Bali dengan Belanda itu terutama seputar Hukum Tawan Karang
agar dihapuskan.
» Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Hukum Tawan Karang di
Bali. Mengapa Belanda meminta hukum itu dihapuskan. Coba cari
jawabnya !
Karena kelihaian atau bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima
perjanjian untuk meratifikasi penghapusan Hukum Tawan Karang. Tetapi
sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum melaksanakan
perjajian tersebut. Terbukti pada tahun 1844 itu penduduk melakukan
perampasan atas isi dua kapal Belanda yang terdampar di Pantai Sangsit
(Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga daerahnya Buleleng). Belanda protes
keras terhadap kejadian ini. Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah
Made Karangasem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati.
128 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1