Page 250 - EBOOK_100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia
P. 250
kadar meneurahkan perasaan yang egois, tanpa ke
pedulian terhadap krisis yang terjadi dalam masya
rakat. Modernitas yang dilandasi rasionalitas adalah
kunei pernikiran Takdir. Konsep inilah yang ia perta
hankan sejak Polemik Kebudayaan di era 30-an.
"Perdebatan ketika itu adalah mengenai perbe
daan antara yang saya namakan kebudayaan pro
gresif (dikuasai nilai ilmu dan nilai ekonomi yang
melahirkan teknologi) dan yang say a namakan kebu
dayaan ekspresif (kebudayaan tradisional yang diku
asai oleh nilai-nilai agama dan seni). Yang pertama
berdasarkan kerasionalan pikiran, sedangkan yang
kedua berdasarkan intuisi, perasaan, dan imajinasi,"
tulis Takdir di tahun 1986. Bagi Takdir, kebudayaan
adalah totalitas ilmu, teknologi, dan agama.
Lulusan Reehtshogesehool dan Letterkundige
Fakulteit, Jakarta, (1942) ini adalah pendiri Yayasan
Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK) serta Uni
versitas Nasional- ia sempat lama jadi rektor. Ia tak
pernah letih menganjurkan penerjemahan karya
karya asing seeara besar-besaran. "Lihat Jepang, me
reka sampai menerjemahkan ensiklopedi," katanya.
Takdir sempat melontarkan kekeeewaan tentang
pendidikan dan perkembangan bahasa Indonesia,
karena, "bahasa yang pernah menggetarkan dunia
linguistik ini, dengan kesanggupannya mempersatu
kan 13 ribu pulau, masih terbelakang. Belum menjadi
bahasa modern, bahasa dunia, yang di dalamnya il
mu pengetahuan dan teknologi masuk."
Sutan Takdir Alisjahbana wafat tanggal 17 Juli
1995, namun pengaruhnya akan tetap terasa. *****
233