Page 107 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 107
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
melakukan surat menyurat antara R.A. Kartini, puteri bupati Jepara
50
dengan Abendanon. Bermula dari korespondensi inilah cahaya
emansipasi wanita Indonesia dimulai dan kemudian berwujud menjadi
ide mendirikan sekolah-sekolah keputrian. Sekolah itu kemudian
menghasilkan perempuan muda Indonesia yang berpendidikan barat dan
bersama-sama dengan para pemuda Indonesia berada dalam suasana
kehidupan masyarakat yang berubah. Abendanon dikenal sangat cinta
Indonesia, walaupun pada tahun 1904 dikembalikan ke Belanda. Untuk
melanjutkan rasa cintanya itu, Abendanon melakukan persahabatan
dengan orang-orang Indonesia yang mengikuti pendidikan di negeri
Belanda. Abendanon menuntun dan membantu para pelajar Indonesia
51
itu dengan berbagai cara.
Kartini adalah perempuan di dalam dua realitas. Realitas
pertama, Kartini hidup dalam alam tradisi masyarakat Jawa Tradisional
yang senantiasa membatasi sikap dan tindakan perempuan. Pada saat
yang sama, Kartini berinteraksi dengan dunia di luar kehidupannya
dunia modernitas yang bertolak belakang dengan realitasnya di dalam
52
kesehariannya di rumah Bupati Jepara.
Selain Kartini, tokoh perempuan emansipatoris adalah Dewi
Sartika. Perjuangan Dewi Sartika dalam memajukan kaumnya adalah
dengan mendirikan sekolah. “Sakolah Kautamaan Istri” adalah nama
sekolah yang dirintis dan didirikan oleh Raden Dewi Sartika. Sekolah itu
pula yang dimaknai oleh banyak kalangan sebagai media perjuangan
Dewi Sartika dalam kerangka memajukan kaum perempuan di Hindia
Belanda.
Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 dari pasangan
Raden Somanagara dan Nyi Raden Rajapermas, yang merupakan
keturunan keluarga priyayi Sunda. Dewi Sartika sejak kecil mendapat
pendidikan dasar dari orang tuanya dan disekolahkan di sekolah
Belanda. Ketika ayahandanya wafat, maka Dewi Sartika kecilpun ikut
pamannya seorang Patih di Cicalengka dan Dewi pun melanjutkan
pendidikannya di sekolah Belanda, Lagere School. Dewi Sartika kecil
yang tumbuh perlahan mulai mengambil peran dalam masyarakat. Bila
ada waktu senggang, Dewi Sartika menyempatkan diri mengajari baca-
tulis pada anak-anak pembantu yang berada lingkungan kepatihan.
Dalam proses perjalanan hidupnya, Dewi Sartika mempelajari tentang
wawasan kesundaan dari pamannya. Wawasan kebudayaan barat
diperoleh dari hasil interaksinya dengan seorang asisten Residen
Belanda.
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 99