Page 108 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 108
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Pada tahun 1904, Dewi mendirikan Sekolah Istri. Sekolah ini
dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada masyarakat terutama
kaum perempuan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, telah
menjadikan semangat dan cita-cita untuk terus berupaya agar anak-anak
dan kaum perempuan pribumi bisa mendapat kesempatan memperoleh
ilmu pengetahuan. Para murid perempuan ini, diajari mulai dari baca-
tulis, berhitung, menjahit, merenda, menyulam, dan juga pelajaran
agama. Penyelenggaraan sekolah ini tidak berjalan mulus karena adanya
budaya yang masih bersemayam di kalangan masyarakat, yakni
‘pengekangan’ kaum perempuan masih kuat dijalankan. Namun upaya
yang tak kenal lelah, cita-cita serta kegigihan Dewi Sartika mendapat
dukungan penuh keluarga, sehingga sekolah tersebut dapat diwujudkan.
Perkembangan sekolah yang diperjuangkan Dewi Sartika kemudian
menuai hasil positif, di antaranya dengan didirikannya sekolah
Keutamaan Istri di beberapa daerah. Tercatat 9 sekolah berdiri
dibeberapa kota dan kabupaten di Pasundan. Satu sekolah Istri didirikan
di Bukit Tinggi Sumatera Barat oleh Encik Rama Saleh. Jika mencermati
perubahan nama Sekolah yang dipelopori oleh Dewi Sartika, kita akan
menemukan urutannya. Pada 16 Juli 1904 Dewi Sartika mendirikan
Sekola Istri atau Perempuan. Sekolah ini berubah lagi pada tahun 1914
menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Pada tahun 1929, nama sekolah
diubah lagi menjadi sekolah Raden Dewi. Perubahan itu tentu saja
sejalan dengan adaptasi yang terpaksa dilakukan agar tidak dicurigai
oleh pemerintah kolonial Belanda. Di Sumatera Barat ada tokoh
pendidikan perempuan yang sangat gigih yaitu El-Yunusiyah. Ia adalah
penggagas berdirinya lembaga pendidikan dan pers di Sumatera Barat.
Peran ini merupakan langkah awal kaum perempuan keluar dari kodrat
53
tradisionalnya dan mengambil peran dalam pekerjaan kaum laki-laki.
Pada masa awal pergerakan Indonesia, pergerakan wanita
berjuang untuk mempertinggi kedudukan sosial. Pergerakan wanita pada
awalnya merupakan perlawanan terhadap kekuasaan laki-laki
(diantaranya kawin paksa dan poligami). Pergerakan wanita dalam
permulaan merupakan gerak orang seorang, tidak dalam susunan
perkumpulan. Hal ini diperlihatkan RA. Kartini (meninggal 1904), Dewi
Sartika dan lain-lain.
Organisasi formal perempuan yang pertama adalah Putri
Mardika didirikan di Jakarta tahun 1912. Organisasi ini
memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong perempuan
agar tampil di depan umum, membuang rasa takut dan mengangkat
perempuan ke kedudukan yang sama seperti laki-laki. Antara tahun
1913- 1915 berdiri berbagai organisasi perempuan terutama di Jawa dan
100 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya