Page 17 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945
P. 17
Tak lama kemudian, selang beberapa hari setelah Idul Fitri, Kiai Sholeh sowan ke Jombang dengan
membawa jawaban yang sungguh menggembirakan. Lamaran tersebut beliau terima dengan senang hati. Bahkan,
saat itu juga, dicapai kesepakatan untuk segera dilaksanakan pernikahan antara Kiai Manab dengan putri Kiai
Sholeh. Tapi, karena di bulan Syawal masih banyak kesibukan, pernikahan itu ditunda empat bulan kemudian,
tepatnya 8 Shafar 1328/1908 M. Hari bahagia nan berkah akad nikah antara kiai dan putri seorang kiai
berlangsung dengan khidmat. Kiai Manab, yang saat itu berusia 50 tahun lebih, naik pelaminan menyunting dara
ayu, Khodijah binti Kiai Sholeh, yang masih 15 tahun. Sungguh pasangan yang jauh dari serasi. Namun, berkat
restu orang tua dan guru, cinta suci bersemi pula. Maka, berbahagialah mereka. Tapi, kebahagiaan itu tidak
menghadirkan kemeriahan layaknya sebuah pesta perkawinan sebab pernikahan itu hanya dilangsungkan secara
sederhana, iktifaan. Kiai Manab hanya diantar oleh rekan-rekan yang berjumlah 12 orang. Diantaranya Kiai Abas
dan kakaknya. Kiai Abas dari Buntet Cirebon dan Gus Ahmad. Bahkan, begitu sederhananya pernikahan itu,
keluarga Kiai Manab di Magelang tidak mengetahui.
Foto 4. Keluarga KH. Abdul Karim berfoto bersama di halaman rumah sehari setelah wafatnya Nyai Khodijah (Nyai
Dlomroh) tanggal 17 Mei 1960.
(Sumber : Bahtiar dkk, 2018: 36)