Page 12 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945
P. 12

Sebagai ungkapan terima kasihnya kepada sang kakak, Manab bertambah semangat dalam belajar. Ia

        gunakan waktu sebaik-baiknya, hanya untuk belajar semata, ia tidak ingin mengecewakan sang kakak. Bahkan

        sampai  Manab  menjadi  salah  satu  seorang  ulama  terkenal  kelak,  beliau  masih  ingat  akan  jasa  kakaknya.
        Penguasaan Manab atas kitab-kitab dasar nahwu sharaf semakin membesarkan himmahnya untuk mempelajari

        kitab-kitab yang lebih tinggi semacam Alfiah Ibnu Malik. Kitab patokan resmi pesantren. Menguasai kitab 1002
        bait  syair  nahwu  sharaf  ini  berarti  jaminan  untuk  menguasai  literatur  pesantren,  yakni  kita  kuning.  Manab

        memang senang sekali mempelajari cabang ilmu nahwu sharaf sebagai kegemaran karena sharaf ibarat ibunya
        ilmu, sedang nahwu ayahnya ilmu. Kegemaran yang menggebu itulah yang membuat Manab ingin pindah. Beliau

        ingin mencari pesantren yang tua lagi. Dan tersiar kabar saat itu bahwa di Madura terdapat pesantren yang cukup

        terkenal, yaitu Pesantren Bangkalan dengan kiainya yang ahli ilmu agama bernama Shayikhona Kholil (Bahtiar
        dkk, 2018: 24-25).

               Ulama itu bagaikan garam. Begitu sebuah perumpamaan. Antara ulama dan garam ada sisi kesamaan.
        Keduanya selalu dibutuhkan umat. Tanpa garam, rasa menjadi hambar. Tanpa ulama, umat jadi gersang. Madura

        sebagai pulau garam tersohor pula "garam-garam" mulianya. Itu murid-murid Kiai Kholil yang jadi ulama-ulama
        jawara di Tanah Jawa. Keinginan Manab untuk menjadi murid Kiai Kholil terlaksana juga. Setelah beberapa saat

        mondok di Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Sidoarjo, tahun 1896 dia menyemberang meninggalkan Jawa.

        Sesampai di Madura yang panas dan gersang itu, semangat Manab kian terbakar. Udara madura yang menyengat
        itu kian menambah hausnya Manab meneguk ilmu Kiai Kholil yang sangat alim hampir dalam semua cabang

        ilmu, baik fikih, tafsir, hadis, maupun tasawuf. Menjadi santri Kiai Kholil yang terkenal sebagai wali  itu ternyata

        tidaklah mudah. Berbagai ujian, baik lahir maupun batin, mesti dijalani. Cobaan yang kadang tidak masuk akal
        harus diterima. Demikian pula dengan Manab. Ia tak luput dari berbagai ujian sang guru.
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17