Page 18 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945
P. 18
Lembaran sejarah baru mulai dirintis Kiai Manab. Setelah memasuki jenjang perkawinan, beliau masih
sempat meneruskan belajar di Tebuireng. Tapi, itu hanya berlangsung setengah tahun sebab tanggung jawab
beliau sebagai suami menuntutnya bermukim di Banjarmelati mendampingi sang isrti merajut kasih sayang dan
membina mahligai rumah tangga. Setelah satu tahun, rumah tangga Kiai Manab kian bertambah mesra dan hangat
dengan kehadiran putri pertama beliau yang diberi nama Hannah pada tahun 1909 M. Hanya saja ada satu yang
belum terlengkapi yakni rumah sebagai tempat tinggal. Bagi Kiai Manab, masalah ini beliau serahkan setulusnya
kepada Tuhan Yang Kuasa, tawwakal. Kepasrahan inilah yang akhirnya membuahkan sesuatu yang jauh lebih
bermakna. Bukan hanya tempat tinggal yang beliau peroleh, tapi juga “ladang nan subur” untuk menumbuhkan
benih-benih keilmuannya, yakni Lirboyo. Semua bermula dari Kiai Sholeh yang sering lewat Desa Lirboyo jika
hendak pergi ke sawahnya di daerah Semen, Kediri.
KH. Abdul Karim mempunyai delapan keturunan. Enam perempuan dan dua laki-laki. Kedua
keturunan laki-laki ini meninggal sejak masih muda. Kedelapan putri beliau adalah :
1. Nyai Hannah menikah dengan KH. Abdullah.
2. Nawawi (meninggal dunia saat menimba ilmu di Makkah).
3. Nyai Hj. Salamah menikah dengan KH. Manshur Anwar.
4. Abdullah (meninggal sewaktu masih muda).
5. Nyai Hj. Aisyah menikah dengan KH. Jauhari.
6. Nyai Maryam menikah dengan KH. Marzuqi Dahlan (Penerus Pondok Pesantren Lirboyo).
7. Nyai Hj. Zainal menikah dengan KH. Mahrus Aly (Penerus Pondok Pesantren Lirboyo).
8. Nyai Hj. Qomariyah menikah dengan KH. Zaini, setelah KH. Zaini wafat, beliau dinikahkan oleh KH.
Marzuqi Dahlan yang saat itu sudah berstatus janda.