Page 23 - @BIP
P. 23
Page 6
dunia (Agelet & Valle, 2001; Camangi & Tomei, 2003).
b. Perkembangan Etnobotani di Indonesia
Beberapa negara yang mengalami kemajuan etnobotani
diantaranya India, Amerika, Afrika, Cina dan negara lainnya
dan secara perlahan-lahan Indonesia mulai mengikuti kemajuan
tersebut. Etnobotani telah berkembang di beberapa negara
sejak tahun 1895, tetapi hal tersebut berbeda di Indonesia.
Etnobotani dianggap sebagai bidang ilmu yang baru yang
bersinggungan antara ilmu-ilmu alamiah dengan ilmu-ilmu
sosial dan salah satu contoh pengetahuan sosial budaya
sehingga etnobotani sangat penting dikembangkan dalam
ranah etnik dan budaya yang saat ini banyak dipengaruhi oleh
perkembangan global (Purwanto, 1999).
Perkembangan etnobotani di Indonesia dimulai pada abad
ke-XVII seorang ahli botani asal Jerman bernama George
Eberhard Rumpf atau sering disebut sebagai Rumphius yang
bekerja di Vereenigde Oostindische Compagnie di Hindia
Belanda (sekarang Indonesia). Rumphius terpukau dengan
cerita tentang Maluku sebagai penghasil rempah-rempah.
Sejak tahun 1660 Rumphius berambisi ingin membukukan semua
flora yang ada di Pulau Ambon dengan mempelajari,
memaparkan, memberi nama dalam bahasa Ambon, Melayu,
maupun Latin semua tumbuhan yang dipelajarinya, dan
menggambar dengan teliti rupa tanaman, serta menceritakan
manfaat tumbuhan khususnya sebagai obat tradisonal yang
bersumber pada cerita penduduk setempat. Berdasar pada hal
tersebut, Rumphius akhirnya menerbitkan karya buku yang
berjudul “Herbarium Amboinense” yang isinya mengarah pada
ekonomi botani.
Abad ke XVIII atau tepatnya sekitar 1836 Justus Karl
Hasskarl seorang ahli botani asal Jerman berkujung ke Jawa,
masuk ke 's Lands Plantentuin te Buitenzorg atau sekarang
disebut sebagai Kebun Raya Bogor dan pada tahun 1837-1846
ia mulai terlibat di bidang botani bersama Johannes Elias
Teijsmann dan secara bersama mengatur ulang pengaturan