Page 50 - D:\PERANGKAT\LKPD\
P. 50
dengan beberapa tokoh sipil dan militer sehingga menghasilkan seruan perlawanan
terhadap pemerintah yang dianggap telah gagal menyelamatkan Turki dari
kehancuran. Gerakannya membuat Sekutu meningkatkan pengawasan terhadap
Istanbul dan menangkap 150 orang simpatisan nasionalis di Turki. Kelompok
nasionalis Turki kemudian mendirikan pemerintahan tandingan di Ankara pada 20
April 1920 dan membentuk Majelis Agung Nasional dan Mustafa Kemal Pasha atau
Atatürk sebagai presidennya. Majelis ini menentang Perjanjian Sevres pada 10
Agustus 1920 yang dianggap menginjak-nginjak martabat bangsa Turki. Kaum
nasionalis Turki mengecam Sultan Ottoman karena membiarkan Sekutu menduduki
wilayah Ottoman. Pasukan revolusioner pimpinan Atatürk melancarkan perang
terhadap Sekutu dengan memanfaatkan sisa-sisa stok persenjataan militer Ottoman.
Perang ini dibagi dalam 3 front: front barat (melawan Yunani), front selatan
(melawan Prancis), dan front timur (melawan Armenia). Turki berhasil memukul
mundur tentara Sekutu. Hal ini memaksa Sekutu menyetujui perundingan ulang di
Swiss, yang menghasilkan Perjanjian Lausanne pada 1923. Dengan
ditandatanganinya Perjanjian Lausanne, dunia internasional mengakui kedaulatan
Republik Turki sebagai negara penerus resmi Kesultanan Ottoman. Republik Turki
diproklamasikan pada 29 Oktober 1923 di ibu kotanya yang baru, Ankara. Mustafa
Kemal dipilih sebagai presiden pertama. Pendirian republik diikuti dengan
reformasi di banyak bidang. Sebagai bentuk modernisasi (westernisasi), Turki
mengadopsi konstitusi, sistem hukum, dan pemerintahan sekuler. Mustafa Kemal
menerapkan nilai-nilai Barat dalam segala aspeknya serta menjadikan Barat
barometer kemajuan peradaban modern abad XX. Sebagai salah satu bentuk
nasionalisme, bahasa dan aksara Turki ditetapkan sebagai bahasa resmi negara
menggantikan aksara Arab. Gerakan nasionalis Turki menginspirasi kaum muda di
negara-negara Asia dan Afrika yang kemudian berusaha mengusir penjajah melalui
dua cara, yakni diplomasi dan perang fisik. Selain itu, memilih bahasa nasional
sebagai salah satu wujud identitas bangsa yang merdeka.
PILIHAN GANDA.
49